Kamis 20 Aug 2020 03:05 WIB

Iran: Kesepakatan Nuklir Tergantung Hasil Pilpres AS

Jika Joe Biden menang, AS akan bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pejabat Iran menyatakan, nasib kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) bergantung pada hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November. AS di bawah Presiden Donald Trump mengancam akan melancarkan serangan balik setelah pengajuan di Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk penerapan saksi ditolak.

Iran telah setuju melakukan pembatasan program nuklirnya ketika sanksi tidak lagi diterapkan. Namun, Teheran memperingatkan bahwa tidak akan lagi berpegang pada kesepakatan jika salah satu pihak memicu penerapan sanksi di DK PBB.

Baca Juga

Seorang pejabat Iran yang merupakan mantan negosiator nuklir, mengatakan Teheran secara teknis dan politik siap untuk mundur dari kesepakatan. "Namun kita harus cerdas dan tidak jatuh ke dalam perangkap AS yang ingin mendorong Iran keluar dari kesepakatan," kata pejabat itu, yang berbicara tanpa menyebut nama.

Pemerintah Trump berencana untuk menggunakan serangan balik pada pekan ini, meskipun telah keluar dari JCPOA pada 2018. Langkah tersebut ditentang oleh pihak-pihak yang tersisa dalam perjanjian tersebut, Jerman, Inggris, Prancis, Rusia, China, dan Iran.

Namun, terlepas dari deklarasi lima tahun lalu, tiga pejabat senior Iran mengatakan pemimpin Iran bertekad untuk tetap berkomitmen pada kesepakatan nuklir. Negara itu berharap kemenangan saingan politik Trump, Joe Biden, dalam pemilihan presiden 3 November akan menyelamatkan pakta tersebut.

"Saat ini keputusannya adalah tetap dalam kesepakatan bahkan jika Amerika membuat kesalahan terbesar mereka dengan memicu mekanisme serangan balik," kata seorang pejabat senior yang terlibat dalam diskusi tentang kebijakan nuklir Iran.

Biden mengatakan akan bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir jika terpilih sebagai presiden AS. Namun, kemungkinan itu terjadi ketika Iran lebih dulu kembali patuh akan perjanjian. Kesepakatan itu disetujui oleh pemerintahan Presiden AS Barack Obama, ketika Biden menjadi wakil presiden.

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menggambarkan beberapa minggu dan bulan ke depan sebagai hal penting untuk kesepakatan nuklir. Utusan AS untuk Iran, Brian Hook, mengatakan kesepakatan nuklir, meski bermaksud baik, telah gagal untuk menghalangi Iran.

"Kami telah menempatkan pengaruh yang sangat besar untuk masa jabatan kedua (Trump) untuk mendapatkan hasil yang kami perlukan," kata Hook. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement