Rabu 19 Aug 2020 05:00 WIB

190 Nyawa Melayang Akibat Kekejaman KKB di Mimika

Sejak 2009 sampai 2020 ini telah terjadi sebanyak 417 kali kasus penembakan.

Seorang personel Brimob bersenjata lengkap melakukan penjagaan saat rombongan penumpang bus Freeport berhenti di Mile 59 kawasan PT Freeport, Mimika, Papua, Jumat (16/8). Personel Brimob, TNI serta petugas keamanan PT Freeport melakukan penjagaan rombongan bus serta patroli dari Timika ke Tembagapura untuk mengantisipasi aksi penyerangan di kawasan itu
Foto: ANTARA FOTO
Seorang personel Brimob bersenjata lengkap melakukan penjagaan saat rombongan penumpang bus Freeport berhenti di Mile 59 kawasan PT Freeport, Mimika, Papua, Jumat (16/8). Personel Brimob, TNI serta petugas keamanan PT Freeport melakukan penjagaan rombongan bus serta patroli dari Timika ke Tembagapura untuk mengantisipasi aksi penyerangan di kawasan itu

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Kepolisian Resor Mimika, Papua menyebut selama periode 2009 hingga Maret 2020 tercatat sudah terjadi 417 kali kasus penembakan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Kabupaten Mimika. Insiden itu mengakibatkan 190 nyawa melayang.

Kapolres Mimika AKBP IGG Era Adhinata di Timika, Selasa, mengatakan KKB di wilayah Timika dalam struktur organisasi TPNPB-OPM masuk dalam Komando Daerah Pertahanan (Kodap) III. "Data kami sejak 2009 sampai 2020 ini telah terjadi sebanyak 417 kali kasus penembakan oleh kelompok ini baik berupa teror penembakan maupun kontak senjata langsung," kata Era Adhinata saat memberikan keterangan pers didampingi Dandim 1710/Mimika Letkol (Inf) Yoga Cahya Prasetya.

Baca Juga

Era menyebut kasus penembakan paling banyak terjadi pada periode 2011 yaitu sebanyak 54 kasus. Saat itu kelompok separatis bersenjata itu masih dibawah pimpinan Jenderal Kelly Kwalik yang mulai eksis semenjak menyandera sejumlah peneliti di Mapenduma, Kabupaten Nduga pada 1996.

Rangkaian panjang aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB di wilayah Mimika sejak 2009 hingga 2020 ini telah mengakibatkan 302 korban luka-luka, 190 korban meninggal dunia, baik berasal dari unsur TNI, Polri, maupun masyarakat dan karyawan PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan subkontraktornya. Korban meninggal dunia terbanyak terjadi pada 2018 dengan jumlah 35 orang, terdiri atas lima anggota TNI, lima anggota Polri, dan 25 masyarakat sipil.

 

"Korban terbanyak itu terjadi saat peristiwa penyanderaan yang dilakukan oleh gabungan KKB di Kampung Banti dan Kimbeli, Distrik Tembagapura," kata Era Adhinata.

Sebelum menyatukan kekuatan di wilayah Distrik Tembagapura pada 2018 itu, KKB diketahui melangsungkan deklarasi perang dipimpin langsung oleh Panglima TPNPB Goliat Tabuni. Deklarasi itu menyepakati gabungan KKB/TPNPB bergerak menuju Tembagapura yang dipimpin oleh Lekagak Telenggen selaku komandan operasi.

Guna menyambut kedatangan rombongan besar KKB itu, Hengky Wanmang selaku salah satu pimpinan Makodap III Kali Kopi (juga diketahui ikut hadir dalam deklarasi) ditugaskan untuk mempersiapkan segala perlengkapan, terutama bahan makanan untuk menerima rombongan Lekagak Telenggen.

Gabungan KKB itu antara lain terdiri atas kelompok Lekagak Telenggen sendiri, Militer Murib dari Intan Jaya, Obed Magai dari Puncak, Seltius Waker dan generasi Ayub Waker salah satunya Guspi Waker yang juga dari Puncak. "Mereka bersama-sama datang ke Tembagapura untuk kemudian melakukan serangkaian aksi penembakan," sebut Era.

Dalam salah satu dokumentasi foto yang ditampilkan kepolisian, diketahui Hengky Wanmang melakukan orasi, kemudian membakar kartu identitas (ID Card) karyawan PT Freeport Indonesia sekaligus mengajak masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas kerja.

Selama periode 2018 itu, KKB yang sempat menguasai Kampung Banti dan Kimbeli kemudian diketahui membakar sejumlah fasilitas umum seperti gedung sekolah SD Inpres Banti dan Rumah Sakit Waa-Banti milik LPMAK. "Pembakaran fasilitas-fasilitas itu dilakukan oleh kelompok Hengky Wanmang," jelas Era.

KKB selanjutnya meninggalkan kawasan Distrik Tembagapura setelah aparat gabungan TNI dan Polri mengerahkan kekuatan ke wilayah itu. Selama setahun hingga awal 2019, eksistensi KKB di wilayah Distrik Tembagapura sempat vakum beberapa saat.

Hengky Wanmang yang diketahui memiliki kemampuan intelektual lantaran merupakan jebolan dari salah satu lembaga perguruan tinggi itu kemudian  meminta bala bantuan kepada KKB yang lain.

Hengky dalam beberapa dokumentasi tampak melakukan deklarasi bersama Obed Magai di salah satu rumah ibadah di Ilaga, Kabupaten Puncak pada 1 Agustus 2020.

Ia mengajak beberapa kelompok KKB dari Pegunungan Tengah Papua masuk ke wilayah Tembagapura secara khusus untuk mengganggu operasi PT Freeport Indonesia.

Kedatangan rombongan KKB disusul operasi gabungan TNI dan Polri hingga sempat terjadi beberapa kali aksi baku tembak. Kondisi tersebut membuat lebih dari seribu warga sipil terpaksa dievakuasi ke Timika dari Banti, Kimbeli, Opitawak dan Utikini Lama pada awal Maret lalu hingga saat ini.

Pada 16 Agustus 2020, Satgas Gabungan TNI dan Polri yang mengamankan obyek vital nasional PT Freeport Indonesia menembak mati Hengky Wanmang, Kepala Staf Kodap III Kali Kopi yang mengambil alih kepemimpinan kelompok itu setelah kematian Teny Kwalik putra Kelly Kwalik pada 2018.

"Hengky bersama dengan Joni Beanal alias Joni Botak mengambil alih kepemimpinan sementara sebelum ada panglima mereka yang baru," sebut Era.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement