Selasa 18 Aug 2020 06:59 WIB

Dampak Pandemi, Operator Arung Jeram Rugi Rp 39,9 Miliar

Di Indonesia ada sedikitnya 200 operator wisata arung jeram.

Wisata arung jeram di Sungai Elo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Foto: Republika
Wisata arung jeram di Sungai Elo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) menyebutkan, dampak pandemi Covid-19 terhadap kerugian operator wisata arung jeram di Indonesia selama empat bulan mencapai Rp 39,9 miliar. Kerugian ini akibat penutupan sementara aktivitas sebagai upaya mencegah penyebaran virus tersebut.

"Di Indonesia, ada sedikitnya 200 operator wisata arung jeram yang tersebar di 17 sungai di 12 provinsi. Akibat pandemi seluruh operator tidak bisa beroperasi, sehingga sama sekali tidak ada pendapatan atau pemasukan," kata Ketua FAJI Amalia Yunita di Sukabumi, Senin (17/8).

Baca Juga

Menurut dia, untuk mengetahui seberapa besar kerugian yang dialami operator wisata arung jeram, pihaknya melakukan survei dan dari 200 operator yang menjawab sebanyak 43 operator maka dikalkulasikan kerugiannya hampir mencapai Rp 40 miliar.

Tidak menutup kemungkinan, jika seluruh operator menjawab kerugiannya lebih besar. Apalagi dari hasil survei itu operator hanya bisa bertahan tiga bulan untuk tetap menjaga stabilitas keuangan seperti membayar honor karyawan dan lainnya.

Kerugian yang dialami insdustri wisata yang memanfaatkan arus sungai akibat pembatalan berbagai kegiatan dan puncaknya saat libur Idul Fitri 1441 H, seharusnya pada saat libur hari besar keagamaan itu menjadi momen seluruh operator mendulang pendapatan.

Sebab, di hari raya biasanya jumlah kunjungan melonjak. Namun, karena pandemi dan adanya kebijakan dari pemerintah di setiap daerah dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19, seluruh operator tidak bisa beroperasi.

Tapi kondisi seperti ini pun dialami operator wisata arung jeram tidak hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai negara lain. Maka dari itu, FAJI pun mengambil langkah dan upaya untuk mengurangi dampak khususnya yang dirasakan karyawan.

Seperti mengusahakan agar karyawan operator arung jeram bisa mendapatkan kartu pra kerja dan mengumpulkan bantuan-bantuan lainnya. Dampak lainnya juga sangat dirasakan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), karena tidak adanya aktivitas (kunjungan) maka sudah dipastikan mereka tidak mendapatkan pemasukan.

"Berbeda dengan krisis ekonomi pada 1998 lalu, objek wisata arung jeram malah dipenuhi wisatawan yang ingin menghilangkan stres, tapi akibat Covid-19 semua kegiatan pariwisata terhenti, sebab objek wisata merupakan zona rawan terjadinya penyebaran virus tersebut karena merupakan pusat keramaian dan orang datang dari berbagai daerah," tambahnya.

Di sisi lain, Amelia mengatakan, dengan kembali dibukanya destinasi wisata andalan khususnya Kabupaten Sukabumi oleh pemerintah daerah setempat pada awal Juli 2020 tentu membawa "angin segar" dan optimistis wisata arung jeram ini bisa kembali bangkit.

Meskipun, Pemkab Sukabumi membatasi jumlah kunjungan hanya 30 persen dari kapasitas, minimalnya operator bisa kembali beroperasi dan mendapatkan masukan dari wisatawan yang datang.

Apalagi dengan adanya bantuan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI berupaya peralatan arung jeram untuk adaptasi di masa normal baru, tentunya sangat berarti dan bermanfaat.

"Harus kami akui, sejumlah operator akibat penutupan kegiatan wisata sampai ada yang tidak bisa membeli hand sanitizer, karena 94 persen mereka merupakan pelaku UKM dan perorangan. Tentunya, setelah ada izin, kami harus menerapkan protokol kesehatan maksimal demi keselamatan bersama," katanya.

Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi Usman Zaelani mengatakan, meskipun pihaknya sudah memberikan izin untuk kembali beroperasi wisata arung jeram sesuai Peraturan Bupati Sukabumi, operator wisata ini wajib menerapkan protokol kesehatan baik untuk karyawan maupun wisatawan.

Pihaknya juga tidak ingin setelah beroperasi malah terjadi klater baru Covid-19. Maka dari itu, ia pun memberikan masukan sekaligus teguran kepada operator agar disiplin dan mematuhi protokol kesehatan.

"Jika kami menemukan atau mendapat laporan ada operator wisata arung jeram yang tidak menerapkan protokol kesehatan, tidak segan menutupnya. Tapi, kami berharap dengan mulai bangkitnya wisata adrenalin ini ekonomi warga bisa kembali bangkit," tambahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement