Selasa 18 Aug 2020 06:25 WIB

Normalisasi Arab-Israel Pengaruhi Perdamaian Palestina

PM Israel Netanyahu berharap lebih banyak negara menormalisasi hubungan dengan Israel

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu berharap akan ada lebih banyak negara Arab yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Ilustrasi.
Foto: Ronen Zvulun/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu berharap akan ada lebih banyak negara Arab yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berharap akan ada lebih banyak negara Arab yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Menurutnya hal itu dapat berdampak pada perdamaian dengan Palestina.

Dalam video yang diunggah di akun Facebook pribadinya pada Ahad (16/8), Netanyahu menjabarkan doktrin baru tentang Israel yang kuat dan mencari perdamaian dengan negara-negara Arab. Opsi itu dipilih alih-alih menarik diri dari kawasan guna mengakhiri konflik dengan Palestina.

Baca Juga

"Perubahan bersejarah ini akan memajukan perdamaian dengan dunia Arab dan pada akhirnya, perdamaian, perdamaian sejati, terpantau, aman, dengan Palestina juga," kata Netanyahu dikutip laman Times of Israel.

Netanyahu pun kembali menyinggung tentang kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik yang baru saja dicapai Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA). Dia mengatakan itu merupakan kesepakatan damai pertama dengan negara Arab dalam 26 tahun. Kesepakatan tersebut berbeda dengan Mesir dan Yordania, dua negara Arab lainnya yang memiliki hubungan formal dengan Israel.

"Ini berbeda dari yang sebelumnya karena didasarkan pada dua prinsip 'damai untuk perdamaian' dan 'perdamaian melalui kekuatan'. Di bawah doktrin ini, Israel tidak diharuskan untuk menarik diri dari wilayah mana pun dan bersama-sama kedua negara secara terbuka menuai buah dari perdamaian penuh: Investasi, perdagangan, pariwisata, kesehatan, pertanian, perlindungan lingkungan dan di banyak bidang lainnya, termasuk pertahanan tentunya," ucap Netanyahu.

Menurut dia, perdamaian tersebut tak tercapai karena Israel melemahkan dirinya sendiri dengan menarik diri ke garis 1967. "Itu dicapai karena Israel memperkuat dirinya dengan menumbuhkan ekonomi bebas, kekuatan militer dan teknologi, dan dengan menggabungkan dua kekuatan ini untuk mencapai pengaruh internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya.

Netanyahu menjelaskan doktrin baru Israel sangat bertentangan dengan persepsi bahwa tidak ada negara Arab yang akan setuju membuat perdamaian formal sebelum konflik dengan Palestina terselesaikan. Dia berpendapat konsep keliru itu memberi Palestina hak veto atas tercapainya perdamaian antara Israel dan negara-negara Arab.

"Justru perluasan rekonsiliasi antara Israel dan dunia Arab yang kemungkinan besar akan mendorong perdamaian Israel-Palestina. Saya melihat negara tambahan bergabung dalam lingkaran perdamaian dengan kami," kata Netanyahu.

Dalam wawancara dengan Army Radio, Netanyahu membantah laporan bahwa dia dipaksa menerima ketentuan pembatalan pencaplokan Tepi Barat sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan UEA. "Ini bukan seolah-olah seseorang memberi saya pilihan dan mengatakan kepada saya untuk memilih kedaulatan atau normalisasi. Sama seperti tidak ada yang percaya saya akan membawa perjanjian damai - saya juga akan membawa kedaulatan (tawaran)," ucapnya.

Pada Kamis pekan lalu, Israel dan UEA mencapai kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik. Hal itu tercapai dengan bantuan Amerika Serikat (AS).

Di bawah kesepakatan tersebut, Israel disebut setuju untuk menangguhkan pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat. Hal itu pun diutarakan Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayad Al Nahyan.

"Kesepakatan telah dicapai untuk menghentikan lebih jauh aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina," kata dia melalui akun Twitter pribadinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement