Senin 17 Aug 2020 21:10 WIB

Bom Beirut Setara 200- 300 Ton Bahan Peledak Tinggi

Ledakan Beirut lebih dahysat dari ledakan reaktor nuklir di Chernobyl pada 1986.

Orang-orang berjalan di dekat  puing-puing bangunan yang hancur di dekat lokasi ledakan minggu lalu yang melanda pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu (12/8/2020).
Foto: AP / Hassan Ammar
Orang-orang berjalan di dekat puing-puing bangunan yang hancur di dekat lokasi ledakan minggu lalu yang melanda pelabuhan Beirut, Lebanon, Rabu (12/8/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, -- Ukuran ledakan pelabuhan Beirut diperkirakan setara dengan 200 hingga 300 ton bahan peledak tinggi. Hal ini dinayatakan  menurut para ahli yang membandingkannya dengan bencana dan kebakaran reaktor nuklir Chernobyl  tahun 1996 yang kekuatan ledakannya setara denga bahan peledak sebesar 10 ton dan dianggap sebagai kecelakaan nuklir terburuk di dunia.

Perbandingan tersebut muncul dalam laporan Reuters Graphics di mana George William Herbert, asisten profesor di Middlebury Institute of International Studies Center for Nonproliferation Studies dan konsultan rudal dan efek, menggunakan dua metode untuk memperkirakan hasil ledakan.

Menurut Herbert, seperti dilansir Al Arbiya, metode pertama dilakukan dengan menggunakan bukti visual ledakan itu sendiri beserta penilaian kerusakannya. Penghitungan kedua didasarkan pada jumlah amonium nitrat yang dilaporkan sebagai sumber ledakan.

"Kedua teknik memperkirakan hasil sebagai beberapa ratus ton setara TNT, bertanya antara 200 hingga 300 ron, " kata Herbert kepada Reuters.

Reuters juga berbicara dengan seorang analis Israel pada hari Kamis yang mengatakan bahwa data seismologi menunjukkan bahwa enam ledakan mendahului ledakan utama. Menurut analis, ledakan terakhir dari enam ledakan kecil menghasilkan pembakaran kembang api yang memicu gudang yang penuh dengan amonium nitrat.

"Saya tidak dapat mengatakan secara pasti apa yang menyebabkan ledakan di Beirut kemarin itu. Tetapi saya dapat mengatakan ledakan ini terjadi di lokasi yang sama," kata analis Israel kepada Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement