Ahad 16 Aug 2020 14:39 WIB

KKP: Praktik Penangkapan Ikan dengan Setrum Masih Marak

Lokasi penangkapan ikan dengan setrum sebagian besar di perairan umum

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nur Aini
Warga mencari ikan menggunakan alat setrum di sungai Brantas, ilustrasi
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Warga mencari ikan menggunakan alat setrum di sungai Brantas, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melakukan langkah intensif membendung praktik penangkapan ikan dengan cara merusak, khususnya dengan cara penyetruman. 

PSDKP menggelar sosialiasi bahaya praktik penyetruman bagi kelestarian sumber daya perikanan di 13 desa di wilayah Banten, Cilacap, dan Pangandaran sejak Juli sampai 14 Agustus.

Baca Juga

"Pendekatan yang kami pilih dengan turun langsung mensosialisasikan kepada masyarakat," ujar Dirjen PSDKP Tb Haeru Rahayu dalam siaran pers di Jakarta, Ahad (16/8).

Haeru menjelaskan praktik penyetruman masih marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Ditjen PSDKP telah memetakan potensi kerawanan tersebut dan akan terus mendorong upaya penyadartahuan kepada masyarakat agar tidak melakukan penangkapan ikan dengan setrum.

"Lokasinya sebagian besar memang di perairan umum seperti sungai, waduk, dan danau. Kami sudah identifikasi titik-titik tersebut," ungkap Haeru.

Haeru menyampaikan Ditjen PSDKP menggandeng akademisi IPB, Ditjen Perikanan Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan, Lanal dan Polairud untuk terlibat dalam kegiatan kampanye tersebut. 

Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Matheus Eko Rudianto mengatakan praktik-praktik penyetruman di perairan umum ini banyak dilakukan masyarakat kecil sehingga perlu ada pendekatan khusus melalui penyadartahuan dampak-dampak negatif penyetruman. 

"Penangkapan ikan dapat merusak ekosistem karena ikan-ikan kecil (anakan) dan juga telur ikan ikut mati," ucap Eko.

Eko menegaskan kegiatan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang mana pelaku dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda 1,2 miliar rupiah. KKP sendiri akan mendorong agar para pelaku penyetruman ini menghentikan aktivitasnya dan beralih ke kegiatan budidaya.

"Pemerintah berkomitmen terus melakukan pembinaan usaha budidaya ikan, termasuk menjembatani akses dengan pihak-pihak terkait demi kemajuan usaha budidaya ikan, tentunya dengan syarat masyarakat harus menghentikan kegiatan penangkapan dengan setrum yang selama ini mereka lakukan," kata Eko menambahkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement