Sabtu 15 Aug 2020 02:00 WIB

Industri Film dan Komik Punya Prospek Cerah di Masa Pandemi

Film dan komik di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Industri perfilman (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Industri perfilman (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia industri perfilman dan komik nasional dinilai berpeluang dan prospektif untuk berkembang lebih besar melalui sinergi para pelaku kreatif di era adaptasi kebiasaan baru. Plt. Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf, Frans Teguh, mengatakan, untuk mengadaptasi komik menjadi film nasional diperlukan kecermatan dalam melihat peluang yang ada.

“Film dan komik di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk itu pelaku usaha kreatif komik dan film harus saling bersinergi menciptakan kolaborasi guna melihat berbagai peluang yang nantinya bisa diimplementasikan,” kata Frans Teguh dalam pernyataan resminya, Jumat (14/8).

Baca Juga

Frans mengatakan, pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan satu poin dengan dua sisi. Pada satu sisi dapat mengeksplorasi karakter-karakter nusantara di sebuah daerah yang memiliki potensi pariwisata.

Dengan begitu, nantinya bisa menciptakan daya tarik wisata baru. "Tidak hanya menampilkan keindahan alam  tetapi juga menghadirkan cerita atau nilai yang berkaitan dengan destinasi wisata tersebut," ujarnya.

Produser Celerina Judisari, mengatakan peluang bisa ditangkap dari dua tahapan yakni pembaca dan penonton film.

“Ketika komik tervisualisasikan dalam bentuk film, pembaca lama perlu kita gandeng kembali. Karena akan ada ada transisi-transisi diantara pembaca lama dan pembaca baru yang harus disiasati oleh produser, bagaimana hal tersebut dapat ditangkap sebagai peluang yang akhirnya bisa dimasukkan ke dalam kantong jumlah penonton. Karena di Indonesia yang dilihat adalah jumlah penontonnya,” jelasnya.

Selain itu, peluang bisa di dapatkan dari investor atau sponsor. Seperti contohnya Satria Dewa Studio yang menaungi film Gatot Kaca memiliki format yang berbeda dari Bumi Langit Universe yang menaungi Gundala.

Bumi Langit di latar belakangi oleh Screenplay Productions yang notabene sudah kuat di industri perfilman. Sementara, Satria Dewa Studio adalah pemain baru yang berhasil mendapatkan investor atau sponsor terlebih dahulu, untuk membiayai film Gatotkaca. Sehingga bisa membuka peluang lebih cepat.

Ia mengatakan, peluang juga bisa diperoleh dengan ada saluran distribusi atau platform. Seperti, Wirosableng yang bekerja sama dengan 20th Century Fox. Sehingga, distribusinya bisa dilakukan secara global. Secara value peluang tersebut tinggi sekali.

“Ketika produser akan merilis film, harus mencari lokomotifnya. Harus memilih karakter yang kuat untuk bisa menarik perhatian target penonton,” kata Celerina.

Celerina menambahkan pada saat penciptaan karakter melalui komik, harus sudah difikirkan karakter tersebut dengan intellectually product (IP), dimana IP itu bisa diturunkan ke berbagai macam bentuk.

“Jadi film ini merupakan pembuka untuk menghidupkan suatu karakter kedalam permutasi atau turunan lainnya, seperti merchandise, stiker, musik, radio, bahkan bisa juga dengan membuat café yang sesuai dengan karakter film, dan juga animasi lainnya,” kata Celerina

Oleh karena itu, diperlukan strategi branding yang tepat untuk dapat menghasilkan permutasi yang besar dan kuat.  Film dan komik tidak bisa berdiri sendiri. Ia mengatakan, seorang produser harus mempunyai tim yang kuat dalam branding ataupun marketing. Sehingga bisa mendapat pemasukkan yang lain dari permutasi-permutasi yang akan dihasilkan,” jelas Celerina

Sementara itu, Creator Si Juki, Creative Director Pionicon, Faza Meonk, menjelaskan komik dari sisi digital dimana format digital ini sangat mempermudah para komikus untuk melakukan penetrasi pasar dengan menjangkau pembaca yang lebih luas dan memangkas jalur distribusi komikus dalam menerbitkan karyanya.

“Ini merupakan peluang yang sangat baik bagi komikus Indonesia untuk memasarkan karyanya melalui internet. Karena, pembaca pun semakin banyak yang familiar dan menggunakan platform digital,” ujar Faza.

Selain itu, dengan platform digital ini bisa menjadi salah satu acuan untuk melakukan validasi market. “Kita bisa melihat jumlah pembaca komik, komentar yang diberikan pembaca hingga besarnya engagement yang diperoleh. Hal ini dapat menarik perhatian produser untuk membuat karya komik menjadi sebuah film,” kata Faza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement