Jumat 14 Aug 2020 17:53 WIB

Sekalipun Zona Hijau, Pembukaan Sekolah Tetap Berisiko

Keamanan pembukaan sekolah bergantung pada tingkat penularan di masyarakat.

Wali Kota Padangpanjang Fadly Amran meninjau aktivitas belajar tatap muka pertama di SMPN 1 Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, Kamis (13/8/2020). Pemkot Padangpanjang yang daerahnya termasuk zona kuning membuka sekolah tatap muka pertama untuk jenjang SMP dengan tetap mematuhi protokol kesehatan COVID-19 dan pelaksanaan secara bergantian yaitu sehari di sekolah dan sehari belajar di rumah.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Wali Kota Padangpanjang Fadly Amran meninjau aktivitas belajar tatap muka pertama di SMPN 1 Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, Kamis (13/8/2020). Pemkot Padangpanjang yang daerahnya termasuk zona kuning membuka sekolah tatap muka pertama untuk jenjang SMP dengan tetap mematuhi protokol kesehatan COVID-19 dan pelaksanaan secara bergantian yaitu sehari di sekolah dan sehari belajar di rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Muthia Elma ST MSc PhD mengemukakan meskipun banyak daerah sudah memasuki zona hijau, pembukaan sekolah tetap sangat tidak aman. Ia menjelaskan, keamanan sekolah sangat bergantung pada tingkat penularan di masyarakat.

"Artinya, ketika penularan di masyarakat masih tinggi, risiko penyebaran di tengah-tengah murid sekolah juga tinggi," katanya di Banjarmasin, Jumat.

Baca Juga

Menurut Muthia, sekolah dapat saja dibuka jika daerah sudah mencapai tingkat penularan di komunitas yang rendah. Parameternya adalah kurang dari satu kasus baru per 100 ribu orang per hari.

"Untuk Indonesia belum terpenuhi. Kita masih harus fokus dalam menjaga pengendalian infeksi tingkat populasi," katanya.

Oleh karena itu, menurut Muthia, rencana pembukaan kembali sekolah di zona hijau dan kuning perlu dikaji ulang. Apalagi, setelah ada peningkatan kasus di sejumlah negara setelah sekolah dibuka. Muthia menganjurkan agar sekolah tetap memberlakukan pembelajaran secara daring atau jarak jauh hingga penularan Covid-19 di masyarakat sudah terkendali.

"Para pemangku kebijakan harus berembuk dengan para ahli pendidikan dan kesehatan masyarakat untuk betul-betul memastikan saat yang aman untuk membuka sekolah tatap muka," tuturnya.

photo
Sejumlah pelajar mencuci tangannya sebelum masuk ke sekolah dengan pengawasan dari petugas kepolisian dan Satpol-PP di SMPN 1 Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, Kamis (13/8/2020). Pemkot Padangpanjang yang daerahnya termasuk zona kuning membuka sekolah tatap muka pertama untuk jenjang SMP dengan tetap mematuhi protokol kesehatan COVID-19 dan pelaksanaan secara bergantian yaitu sehari di sekolah dan sehari belajar di rumah. - (ANTARA/Iggoy el Fitra)

Muthia menyarankan untuk menghadirkan kurikulum darurat, sehingga proses belajar mengajar jarak jauh dapat berlangsung aman, tetapi tidak memberatkan guru, peserta didik, dan keluarganya. Saat ini ada sekitar 276 kabupaten dan kota di Indonesia yang termasuk dalam kategori zona kuning dan hijau, namun di balik rencana pembukaan kembali sekolah tatap muka, ada kekhawatiran potensi besarnya penularan Covid-19 pada anak-anak.

Muthia mengungkapkan, dari data World Health Organization (WHO) sekitar tiga kali lipat orang berusia muda terdeteksi positif dalam lima bulan terakhir. Sedangkan di Inggris, dalam dua pekan terakhir, kasus positif di sekolah melonjak sekitar 4,5 persen sampai 15 persen. WHO juga mengingatkan anak dan kelompok usia muda rentan terjangkit Covid-19 dan dapat menimbulkan resiko kematian.

"Ada juga studi yang menyebutkan bahwa kasus kematian anak di Indonesia akibat Covid-19 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kasus pada anak secara global," kata dosen Fakultas Teknik ULM itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement