Jumat 14 Aug 2020 02:17 WIB

Contoh Sikap Menteri Kesehatan untuk Terawan

Kehilangan menkes saat pandemi Covid-19 biasa saja, negara lain mengalaminya.

Nur Aini
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nuraini*

Akun Twitter resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 4 Agustus lalu mendapat perhatian lebih dari warganet. Isi dari cicitan yang belakangan dihapus itu berisi surat tuntutan kepada akun @aqfiazfan untuk menghapus unggahan dan meminta maaf. Cicitan itu berbunyi:

"Menkes dan @kemenkesRI terbuka dengan kritik dan saran dari siapapun. Namun, kami menilai unggahan saudara memuat unsur penghinaan dan pencemaran nama baik Menkes dan Kemenkes sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Saudara Aqwam, kami tunggu itikad baiknya."

Muasal dari tuntutan itu adalah komentar dari akun milik Aqwam yang diketahui adalah seorang jurnalis itu mengenai kinerja menteri kesehatan. Dalam salah satu cicitan, Aqwam mengomentari sebuah berita dari media Aljazirah mengenai anjing Jerman yang dapat mendeteksi Covid-19 pada orang dengan tingkat keberhasilan 94 persen. Atas berita itu, Aqwam mencicit:

"Anjing ini lebih berguna ketimbang Menteri Kesehatan kita (emoticon)."

Tanggapan Kemenkes atas cicitan Aqwam itu sontak menjadi polemik. Salah satu kritik menyoroti mengenai kondisi di tengah seabrek persoalan pandemi Covid-19 yang dihadapi negara ini, Kementerian Kesehatan masih sempat mengurusi komentar akun Twitter atau warganet. Meski akhirnya cicitan akun Kemenkes tersebut dihapus, yang mengisyaratkan tidak dilanjutkannya tuntutan, tetapi menjadi menarik untuk mempertanyakan kinerja menteri kesehatan selama pandemi Covid-19.

Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, jelas menjadi sorotan selama pandemi Covid-19 karena tanggung jawabnya pada masalah kesehatan bangsa. Namun, apa yang terjadi saat ini, Menkes justru tidak menjadi tokoh sentral dalam penanganan pandemi Covid-19. Tokoh yang tampil di publik adalah juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, selain ketua gugus tugas percepatan penanganan yang belakangan timnya telah dibubarkan Presiden Joko Widodo. Keberadaan Terawan seolah hanya menjadi pelengkap dalam berbagai kegiatan. Dia tidak maju terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini.

Keberadaan Terawan di belakang tersebut bisa jadi merupakan strategi pemerintah menghadapi publik. Hal itu terutama setelah sejumlah pernyataan kontroversi Terawan di awal pandemi yang seperti pejabat pemerintah lainnya, menyepelekan virus Covid-19. Atas kondisi itu, pertanyaan yang muncul adalah seberapa penting mempertahankan Terawan sebagai menteri kesehatan saat pemerintah sendiri "menyingkirkannya" dari publik?

Kehilangan menteri kesehatan saat menghadapi pandemi Covid-19 dialami sejumlah negara. Bahkan, Brasil kehilangan dua menteri kesehatan hanya dalam beberapa pekan. Nelson Teich memilih mundur dari jabatannya sebagai Menkes Brasil hanya dalam sebulan setelah menjabat. Dia mundur karena tidak setuju dengan kebijakan Presiden Jair Bolsonaro yang ingin membuka ekonomi saat negaranya menghadapi peningkatan kasus dan kematian akibat Covid-19. Teich menggantikan Luiz Henrique Mandetta yang sebelumnya juga mundur pada 16 April karena berselisih dengan Bolsonaro. Setelah itu, Bolsonaro memilih pejabat militer untuk menduduki posisi menteri kesehatan. Brasil sendiri memiliki jumlah kematian akibat Covid-19 tertinggi ketiga di dunia.

Selandia Baru juga kehilangan Menkes saat David Clark memilih mundur dari jabatannya. Dia muncur karena melanggar aturan karantina wilayah. Saat itu, Selandia Baru menghadapi peningkatan kasus Covid-19 meskipun negara itu dianggap lebih berhasil menekan penyebaran virus dibanding negara lain.

Tekanan saat menghadapi pandemi Covid-19 memang menjadi faktor utama para pejabat medis memilih mundur. Dari data Kaiser Health News dan kantor berita Associated Press (AP) mendata pada Agustus 2020 sudah ada 49 pemimpin departemen kesehatan negara bagian Amerika Serikat mengundurkan diri atau dipecat selama pandemi Covid-19. Jumlah pejabat itu naik dari sebelumnya 20 orang saat pendataan dilakukan pada Juni. Meski kehilangan pejabat medis tersebut dikritik karena keahlian mereka sangat dibutuhkan masyarakat saat ini, tetapi jelas mencerminkan besarnya tanggung jawab yang mereka emban selama pandemi Covid-19.

Dengan berbagai tekanan yang dihadapi pejabat medis, terutama Menteri Kesehatan, mampukah mereka bertanggung jawab menjalankan tugasnya? Jika selalu ditempatkan di belakang, bagaimana seorang menteri mampu maju ke depan untuk mengatasi masalah terkait pandemi Covid-19. Sikap yang diambil sejumlah menteri kesehatan di negara lain itu, bisa menjadi contoh bagi Terawan untuk menyadari posisinya saat pandemi Covid-19. Jika dirinya sudah tidak efektif mengemban posisi Menkes, mengapa tidak menyerahkan kepada orang lain yang lebih mampu? Sekadar bertanya.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement