Rabu 12 Aug 2020 05:37 WIB

Kopi itu Simbol Nasionalisme yang Menyatukan Semua

Pemilik Seladang Cafe nilai kopi adalah simbol nasionalisme yang menyatukan semua

Sadikin alias Gembel, pemilik Seladang Cafe di Bener Meriah, Aceh Tengah
Foto: Thoudy Badai
Sadikin alias Gembel, pemilik Seladang Cafe di Bener Meriah, Aceh Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, BENERMERIAH -- Minum kopi di alam terbuka, khususnya di tengah kebun kopi, mempunyai sensasi tersendiri. Jika berkunjung ke Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, anda bisa merasakan nikmanya menyeruput secangkir kopi sambil menikmati sejuknya alam di Seladang Cafe

Terletak di Jalan Raya Bireuen-Takengon, Jamur Ujung, Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Seladang Cafe menawarkan konsep argowisata perkebunan kopi. Sadikin atau yang akrab disapa Bang Gembel mengatakan, konsep untuk warung kopinya sudah terpikirkan sejak 20 Mei tahun 2000 silam. Ia mengatakan, saat rekan-rekannya sibuk menyelesaikan kuliah, dirinya justru bermimpi untuk membangun tempat usahanya.

Baca Juga

"Kita punya mimpi masing-masing, mimpi itu tidak bisa dibeli dan mimpi itu gratis, jadi sebelum mimpi itu dikenakan pajak ya bermimpi saja. Bagi saya mimpi itu adalah proposal kita ke Tuhan. Mimpi baru membutuhkan biaya ketika kita berupaya mewujudkannya," ucapnya kepada tim ekspedisi Republikopi.

Gembel melanjutkan, sejak awal dirinya tidak ingin menjadi seorang follower, untuk itulah ia selalu berusaha berpikir out of the box dan keluar dari zona nyaman. Bahkan, dulu dirinya tidak ragu keluar dari IPB dan universitas di Banda Aceh, demi mengejar mimpinya. Gembel akhirnya memutuskan untuk membangun mimpinya lewat kopi, menurutnya hal itu tidak lepas dari gemarnya orang Aceh dalam meminum kopi.

"Aceh juga dikenal dengan provinsi 1000 warung kopi, ada yang mengelitik saya waktu itu, walau banyak warung kopi, tetapi tetap saja warung-warung kopi itu selalu ramai dikunjungi orang. Jadi saya berpikir bahwa hampir semua hal di Aceh sebenarnya diputuskan di warung kopi," ujarnya.

Sadikin menceritakan, tentu saja banyak kendala dalam mewujudkan mimpinya. Bahkan, tidak jarang menemui kegagalan. Namun menurutnya, hal itu penyedap dalam kehidupan. Gembel mengatakan, dirinya hanya tidak ingin menyesal tidak berani mewujudkan mimpinya. Bahkan, ia berkisah tantangan pun datang dari pihak keluarga, yang awalnya menentang ide untuk membangun warung kopi di tengah kebun.

"Dalam bermimpi, tantangannya bagaimana kita harus menerjemahkan mimpi kita. Dulu, pertama kali saya sampaikan ide saya, keluarga juga shock. Bahkan orang tua sampai bilang "tidak ada orang gila yang mau ngopi di kebun". Waktu itu saya bilang keren juga kalau ngopi di kebun jadi motto, kemudian orang tua bilang "Itu bukan saran tapi larangan", ya jadi dari situlah motto Seladang Cafe berasal," jelasnya sampai tertawa.

"Sekarang 100 persen keluarga sudah mensupport, jadi ya itu orang-orang tidak bisa diyakinkan hanya dengan ucapan, tapi bagai mana kita bisa memberikan bukti. Sementara untuk diri saya sendiri, perjalanan selama hampir 20 tahun ini mendatangkan keyakinan bahwa mimpi itu bisa diwujudkan," ucapnya.

Kepada tim Ekspedisi Republikopi, Sadikin menjelaskan bagi masyarakat Gayo, Seladang merupakan gubuh di tengah sawah. Bukan hanya sekadar tempat untuk melepas lelah saat bekerja di sawah, Seladang juga punya arti "romantis" bagi masyarakat disana. Dulunya, Seladang menjadi tempat bagi para orang tua dalam mencarikan jodoh bagi anak-anaknya. "Sekarang saya tinggal ubah saja, bahwa Seladang merupakan tempat untuk berdiskusi, bersosialisasi dan memperkenalkan ide-ide baru khususnya terkait kopi," katanya.

Di perkebunan kopi seluas dua hektar, Sadikin bukan hanya menanam kopi unggulan asal Aceh yakni Gayo 1 dan 2. Namun juga beberapa varietas lain seperti Moka asal Yaman hingga Geisha asal Panama. Alasannya, ia ingin agar masyarakat bisa mengetahui lebih jauh varietas-varietas kopi yang ada di dunia. Sadikin juga tidak pernah melarang jika ada pengunjung yang ingin memetik ceri kopi dari pohon-pohon yang ada di kebunnya. Baginya, membagi pengetahuan kepada orang lain lebih bernilai dibanding merawat pohon yang rusak.

Sadikin melanjutkan, selain budaya orang Aceh yang gemar minum kopi, alasan dirinya memutuskan terjun di dunia perkopian, karena menurutnya kopi bukan hanya sekadar minuman saja. "Bagi saya buah kopi adalah simbol nasionalisme, karena luarnya merah dalamnya putih. Selain itu, kopi juga men-conneting people tanpa melihat apa latar belakang agama dan suku, selama ada kopi ada cerita," ujarnya.

Gembel menambahkan, dirinya berharap di wilayah Bener Meriah khususnya dan wilayah-wilayah penghasil kopi lainnya di Aceh pada umumnya, banyak tempat-tempat seperti Seladang Coffee. Sebab, hal itu bisa menambah pendapatan para petani kopi. "Saya harap muncul Seladang-Seladang lain yang tidak ada hubungannya dengan ini. Saya ingin kita makmur secara merata bersama-sama itu baru keren. Gak enak juga makmur sendiri, jadi berbagi senyum dan ide adalah konsep dari Seladang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement