Selasa 11 Aug 2020 21:37 WIB

Kiai Bahaudin Selalu Bershalawat Ketika Berhaji

Ada seorang jamaah dari awal datang hingga akhir berhaji tidak dapat melihat kabah.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Wakil Ketua LP Ma
Foto: istimewa
Wakil Ketua LP Ma

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- MH Bahaudin mengingat ketika dia berhaji ada kisah yang menarik saat itu dia telah berihram dan melakukan tawaf. Wakil Ketua LP Ma'arif PBNU ini selalu mengingat nasihat gurunya untuk selalu bershalawat ketika berada di tanah suci. Karena dengan mengingat Rasulullah apapun yang dilakukan tentu secara langsung juga mengingat Allah SWT dan Allah akan menjaganya.

Kisah ini adalah kisah hajinya di tahun 2011, saat itu suhu di Saudi sangat tinggi lebih dari 40 derajat. Saat itu  belum bershalawat, setelah dia mengingat nasihat gurunya, dia mulai bershalawat sambil membaca bacaan ketika tawaf.

"Benar saja, ini sebuah keajaiban bagi saya, karena seketika awan terasa melindungi saya dari teriknya panas matahari, setiap saya berada di manapun seakan-akan awan tersebut melindungi dan menjaga saya dari sinar matahari yang menyengat," ujar dia kepada Republika, Senin (10/8).

Bahaudin pun meyakini bahwa tempat-tempat di sekitar Baitullah itu adalah tempat-tempat mustajab untuk berdoa, jangankan berdoa bahkan asal ucap saja, dapat langsung terjadi. Dia juga mengingatkan agar ketika berada di Baitullah atau di manapun di tempat-tempat suci untuk ibadah tidak sembarangan berbicara.

Tak hanya dia yang merasakan mustajabnya Baitullah, Kyai Bahaudin dipercaya untuk membimbing jamaah haji. Beberapa kali dia membawa jamaah haji yang sama.

Pernah satu ketika jamaah haji ini merasa sombong karena paling sering datang ke tanah suci. Kemudian saat akan umroh, semua rombongan berkumpul termasuk orang yang sombong ini.

Setelah menyelesaikan tawaf, anehnya orang ini kemudian menghilang. Semua orang yang ada dalam rombongan berpikir bahwa dia adalah orang yang sudah paham seluk beluk Baitullah, mereka berpikir mungkin saja sudah kembali ke hotel.

"Pada pukul 01.00 waktu Saudi, ada orang yang menghubunginya karena ada seorang jamaah yang menunggu di bawah jam Zamzam Tower, setelah saya bertemu dengan jamaah ini, dia bercerita kalau dia mencari-cari hotel tempat tinggalnya tetapi tidak bertemu hingga kelaparan," tutur dia.

Kejadian ini bagi Bahaudin sering sekali mendengarnya, ketika muncul kesombongan di rumah Allah maka Allah tidak akan ridho. Ini membuktikan Allah juga ingin menunjukkan kebesaran Nya. 

Kesombongan juga pernah muncul di hati Bahaudin saat itu. Ketika selesai wukuf dia ingin berjalan pulang dari Mina ke Masjidil Haram. Dia ingin merasakan pengalaman yang dilakukan Rasulullah di masa lalu yang berjalan ketika beribadah haji, padahal kini transportasi disediakan oleh penyelenggara haji.

Benar saja, karena merasa ada kesombongan, perjalanan ke Masjidil Haram terasa jauh dan tidak terlihat ujungnya. Dia pun merasa hampir putus asa, karena sudah tak sanggup berjalan dia pun ikut rombongan lain naik mobil.

Ternyata baru beberapa putaran roda mobil, menara Masjidil Haram sudah terlihat dan azan berkumandang. Setelah dia beristighfar dan memohon ampun, ternyata kemudian ritual ibadah apapun tidak terlalu melelahkan.

Seperti Sa'i yang jika dihitung itu seperti berjalan 24 kilometer maupun saat menaiki gua hiro yang kemiringannya hampir 70 derajat, saat di atas ketakutan dan rasa letih hilang. Dari ketinggian dia bisa langsung menatap kabah dan melihat tempat Rasulullah berkhalawat ada rasa keharuan dan syukur di dalamnya.

Pengalaman yang tak kalah menarik adalah, ketika dia bisa sholat di tempat Rasulullah pernah sholat, mimbar Rasulullah dan di mana para sahabat juga berdiri memimpin sholat. Dia dimudahkan untuk sholat di mimbar Rasuullah yang banyak orang tahu menuju ke Raudah aja sangat sulit dan penuh perjuangan.

Kerinduan dan rasa ingin kembali mendatangi Baitullah terasa setelah tawaf wada. Sembari berjalan memunggungi kabah dia sesekali menoleh hingga kabah tidak terlihat lagi oleh pandangan matanya.

Namun ternyata dapat melihat kabah saat berada di tanah suci adalah sebuah keberkahan. Karena ada seorang jamaah yang dibimbingnya dari awal datang hingga akhir berhaji tidak dapat melihat kabah.

"Saat itu dia ikut tawaf, tapi ternyata hanya ikutan saja, setelah selesai tawaf dia bertanya di mana kakbah, ternyata selama tawaf jamaah ini tidak bisa melihat kabah, bertanya lebih jauh, tentang apa yang dilihat jamah itu pun tidak menjelaskan lebih detail," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement