Selasa 11 Aug 2020 14:55 WIB

Mendikbud: Kebijakan Belajar Tatap Muka Harus Buka Tutup

Jika ada warga sekolah yang terpapar Covid-19, tatap muka harus ditiadakan kembali.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Mendikbud Nadiem Makarim
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Mendikbud Nadiem Makarim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan saat ini situasi pembukaan sekolah memang menggunakan sistem buka tutup. Artinya, jika sekolah di zona kuning atau hijau terdapat warga sekolah yang terpapar Covid-19 maka pembelajaran tatap muka harus langsung ditiadakan kembali. 

Ia menjelaskan, jika terjadi perubahan status zona maka pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakukan lagi. Jika terbukti ada kasus terpapar dalam satuan sekolah, Nadiem menegaskan, satuan sekolah tidak boleh melakukan tatap muka sampai kondisi aman.

Baca Juga

"Jadinya dalam kondisi kebiasaan baru, sebagai sistem pendidikan harus belajar untuk buka tutup dengan adanya kondisi ini," kata Nadiem, dalam sebuah diskusi bertajuk 'Sekolah Tatap Muka, Amankah?', yang disiarkan melalui Youtube, Selasa (11/8). 

Berdasarkan data yang dicatat Kemendikbud, Nadiem menjelaskan sebagian besar zona kuning dan hijau merupakan wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Di wilayah 3T, masalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih banyak muncul dibandingkan wilayah lain. 

Menurutnya jika pemerintah menggunakan kebijakan yang sama rata setiap daerah maka akan menutup kesempatan bagi peserta didik lain. "Di semua negara sistemnya seperti itu. Jadinya kita melakukan sistem menjaga keamanan kesehatan itu bukan pukul rata," kata dia lagi. 

Ia menjelaskan, saat ini meskipun sekolah di zona hijau sudah sejak lama diizinkan dibuka, hanya sekitar 15-25 persen saja yang melakukan pembelajaran tatap muka. Sebab, protokol kesehatan yang diterapkan sangat ketat dan tidak semua sekolah mampu memenuhinya. 

Nadiem menegaskan, dibukanya sekolah di zona kuning ini akan terus diobservasi oleh Kemendikbud. "Jadi kebijakan ini jangan ada mispersepsi. Jadi dari pusat, karena sekolah itu dimiliki daerah, dari pusat kami hanya memperbolehkan pemda dan komite sekolah mengambil keputusan," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement