Senin 10 Aug 2020 23:34 WIB

Jihad Terjal Muslim Myanmar Bela Rohingya di Kancah Politik

Muslim Myanmar berjihad melalui kancah politik untuk bela Rohingya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Muslim Myanmar berjihad melalui kancah politik untuk bela Rohingya. Ilustrasi Muslim Rohignya.
Foto: ANTARA /RAHMAD
Muslim Myanmar berjihad melalui kancah politik untuk bela Rohingya. Ilustrasi Muslim Rohignya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Muslim di Myanmar tak akan tinggal diam selamanya atas perlakuan diskriminasi pada mereka selaku minoritas. Muslim Myanmar bergerak melakukan perubahan lewat jalur resmi, Pemilu. Tanpa senjata.

Kandidat Muslim akan bersaing di Pemilu parlemen Myanmar pada November nanti. Jumlah mereka lebih banyak dari lima tahun lalu dengan 25 orang total kandidat. Mereka menyuarakan hak minoritas Muslim di negara mayoritas Budha itu.

Baca Juga

Para kandidat parlemen Muslim ingin menjegal kebijakan diskriminasi Myanmar. Salah satunya penolakan pengakuan bayi keturunan Muslim sebagai warga Myanmar. 

Myanmar telah dilanda gelombang anti-Muslim berujung kekerasan pada 2012 dan 2017. Myanmar merasa terancam atas kehadiran suku Rohingya yang diklaim imigran ilegal dari Bangladesh.

"Kami sebagai minoritas selalu tak bisa bersuara. Kami didiskriminasi, dipersekusi, disiksa. Kami kehilangan hak. Sebagian dari kami minoritas di suatu wilayah, sebagian lagi minoritas dalam beragama," kata Ketua Komite Kemenangan Kesetaraan Pemilu (EEVC), Nyi Nyi dilansir dari RFA Myanmar Service pada Sabtu (8/8).

EEVC menyediakan dukungan bagi kandidat Muslim yang ingin mendaftar di Pemilu sampai pendaftaran berakhir. Setelah itu, mereka akan mendapat evaluasi dari otoritas Pemilu. 

Hingga saat ini, ada 15 kandidat Muslim untuk wilayah Yangon dan 10 kandidat di wilayah Rakhine. Rakhine yang terletak di sebelah Barat Myanmar masuk kategori wilayah konflik dimana pertarungan sengit tentara Myanmar dan pasukan Arakan (AA) telah berlangsung 20 bulan.

Para kandidat Muslim ini maju dalam Pemilu lewat tiket dari partai Demokrat untuk Masyarakat baru (DPNS), Partai Masyarakat Baru (NSP), Partai Kongres Persatuan Nasional (NUCP) dan Partai Demokrasi dan HAM (DHRP).

"Kami akan bergandengan tangan dengan siapa saja yang memiliki idealisme yang sama mencapai kesetaraan bagi semua warga," ujar Nyi Nyi.

Anggota EEVC Phoe Hlaing optimis penyertaan kandidat Muslim dalam Pemilu bakal meningkatkan kesadaran tentang isu-isu Muslim.  Selama ini Muslim mengalami diskriminasi hingga perlu ada upaya politik untuk mengubahnya. "Melalui kampanye ini, masyarakat di perkotaan akan tahu masalah-masalah yang dihadapi kelompok minoritas," ucap Hlaing.

photo
Pengungsi etnis Rohingya melaksanakan shalat Idul adha di Balai Latihan Kerja (BLK) Desa Mee Kandang, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (31/7/2020). (RAHMAD/ANTARA )

Kandidat Muslim yang maju di daerah pemilihan (dapil) Yangon akan menghadapi para politisi terkenal dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) selaku partai berkuasa. Begitu juga Muslim yang berkompetisi di Rakhine akan mendapat perlawanan sengit.

Beberapa kandidat dari DHRP yang mewakili Rohingya bertarung di dapil perkotaan Buthidaung dan Maungdaw. Kota tersebut jadi saksi bisu serangan militer pada 2017 yang menyebabkan ribuan Muslim tewas dan 740 ribu Muslim lainnya mengungsi ke Bangladesh.

DHRP mayoritas berisi Muslim yang konsisten membela hak warga Rohingya. Tercatat 300 ribu Muslim diperkirakan masih hidup di wilayah itu, terutama di kota Buthidaung, Maungdaw, dan Rathedaung.

DHRP diketuai oleh Kyaw Min yang merupakan ayah dari aktivis Rohingya Wai Wai Nu dan mantan anggota parlemen dari partai CRPP. Partai itu merupakan aliansi politik yang menyertakan partai lokal selama rezim militer di Myanmar pada 1990 sampai 2011.

Dari 26 kandidat yang diajukan DHRP di kancah nasional, tujuh diantaranya berkompetisi di Maungdaw, empat di Sittwe dan lima di Yangon. Sekertaris DHRP Kyaw Soe Aung mengatakan tujuan partainya mengikuti Pemilu untuk meningkatkan hak demokrasi, hak kewarganegaraan dan HAM.

"Partai mayoritas dengan nilai demokrasi menang Pemilu sebelumnya, tapi sejauh ini kami tak melihat partai itu bekerja efektif meningkatkan demokrasi dan hak sipil," ujar Soe Aung.

Sebagian kandidat Muslim pernah menang kursi parlemen pada Pemilu 2010. Sayangnya, kejadian serupa tak terjadi di Pemilu 2015 ketika NLD menang telak. DHRP tentu heran atas fenomena ini. Apalagi dua kandidat Muslim gagal menang di wilayah yang tak begitu penting.

Diketahui, negara Myanmar mengakui kehadiran 96 partai politik untuk Pemilu yang berlangsung pada 8 November. Para politisi akan bersaing memperebutkan 1,171 kursi parlemen di tingkat pusat hingga daerah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement