Senin 10 Aug 2020 22:16 WIB

Tarif Cukai Rokok Berpotensi Untungkan Emiten Rokok Besar

Kementerian Keuangan umumkan kembalinya pembahasan soal penyederhanaan tarif cukai.

Rep: Sri Niken Handayani (swa.co.id)/ Red: Sri Niken Handayani (swa.co.id)
.
.

Kementerian Keuangan melalui PMK No. 77 Tahun 2020 mengumumkan kembalinya pembahasan soal penyederhanaan tarif cukai yang sempat dua kali mengalami penundaan sejak tahun 2017.

Erik Argasetya Chief Investment Officer perusahaan penasihat investasi independen Jagartha Advisors mengatakan, keputusan ini membawa angin segar bagi emiten-emiten besar di Indonesia, termasuk para calon investor yang tengah memantau nilai emiten atau tengah memutuskan untuk berbelanja emiten berkapitalisasi besar (big caps).

Menurutnya, penyederhanaan layer cukai akan membuat pabrikan golongan II untuk naik tingkat dan membayar cukai yang sama besarnya dengan para pendahulu, antara lain emiten HM Sampoerna (HMSP). Meskipun akan ada beberapa perusahaan dari golongan II yang terpaksa naik golongan, para perusahaan tersebut mungkin bakal sulit bersaing dengan para pemain besar yang sudah lebih dulu menguasai pangsa pasar di golongan I.

Penyederhanaan tarif cukai akan lebih ke mendorong perusahaan di golongan II untuk naik kelasnya saja. "Akan tetapi apakah mereka mampu bertahan setelah naik ke I, harus diperhitungkan lagi," jelasnya.

Karena tentu akan ada penyesuaian harga jual dan itu akan sangat berpengaruh pada posisi perusahaan dalam menentukan strategi penjualan, distribusi sampai variasi produknya di market. Sehingga rokok golongan II yang naik kelas tadi, boleh jadi akan mirip dengan merek golongan 1.

"Harga yang tipis sangat mungkin membuat konsumen yang selama ini mengonsumsi rokok murah beralih ke merek yang lebih mahal," tambahnya.

Consumer shifting ini akan membuat value emiten tersebut makin atraktif bagi investor dalam dan luar negeri. Bahkan, di kuartal pertama 2020, ada emiten yang masih mencatatkan laba bersih meskipun kemudian menunjukkan tren menurun di pertengahan tahun karena pandemi COVID-19.

Disinggung soal dampak simplifikasi terhadap masa depan pelaku IHT, Erik menambahkan perlu ada pertimbangan dari sisi makroekonomi dan segi timing, “Apakah hal ini merupakan momen yang tepat melihat kondisi perekonomian Indonesia yang melemah. Jangan sampai kebijakan ini terkesan dipaksakan karena jika perusahaan di golongan II naik ke golongan I dan tidak dapat bertahan, tidak tertutup kemungkinan pula bahwa mereka harus merumahkan para pekerjanya," ujarnya.

Dampaknya, akan menambah kemungkinan risikonya adanya gelombang PHK yang sudah banyak terjadi akibat pandemi COVID-19. Secara terpisah, Head of Research Sucor Asset Management Michele Gabriela menyatakan, penyederhanaan layer yang terjadi sampai saat ini akan menguntungkan emiten rokok dengan market share paling besar.

“Maka harusnya memang pertumbuhan terjadi di emiten rokok golongan I dan lebih berpeluang ke pertumbuhan market share-nya. Saat ini, perusahaan rokok golongan I sudah menguasai 70 persen market. Nanti ketika perusahaan golongan II naik ke golongan I, survive atau tidaknya semua kembali ke permodalan masing-masing,” jelasnya.

Hal senada disampaikan oleh Senior Analyst MNC Sekuritas Victoria Venny, ia menyatakan simplifikasi tarif cukai berpotensi menguntungkan emiten rokok besar. “Emiten seperti HMSP, karena perbedaan tarif cukai dengan pabrikan rokok yang lebih kecil akan berkurang. Jadi lebih pada mengurangi persaingan dengan pabrikan kecil, sehingga ada peluang untuk mendapatkan sales volume yang lebih besar. Baru, deh, kalau ada peningkatan volume penjualan akan berpengaruh pada laporan keuangannya,” tutur Venny.

Venny juga menyatakan, persaingan antar merek global ketika perusahaan asing golongan II naik kelas ke golongan I tidak akan berimbang. “Kalau ini tergantung dengan kekuatan perusahaan golongan II tersebut. Penyesuaian tentunya akan memberatkan earnings mereka. Kalau fundamentalnya kuat, menurut saya, ya, bisa bertahan. Tapi kalau nanti saingan dengan big player mungkin masih jauh, ya. Intinya, masalah kesehatan keuangan akan menjadi satu hal yang akan menunjang kinerja dia (perusahaan golongan II) di tengah persaingan dengan big player,” lanjutnya.

Meskipun saat ini tingkat layer cukai belum ditetapkan, pelaku IHT masih berharap pemerintah kembali mengkaji dampak-dampak lain seperti faktor tenaga kerja, rokok ilegal dan kepastian berusaha bagi perusahaan golongan skala kecil dan menengah yang notabene menyerap banyak tenaga kerja dari latar belakang pendidikan.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement