Selasa 11 Aug 2020 02:05 WIB

Terpidana First Travel Ajukan Peninjauan Kembali

Kuasa hukum para terpidana telah mengumpulkan bukti baru.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Terpidana First Travel Ajukan Peninjauan Kembali. Foto: Sidang putusan perdata aset First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (2/12).
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Terpidana First Travel Ajukan Peninjauan Kembali. Foto: Sidang putusan perdata aset First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terpidana First Travel  (FT)  mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) ke Mahkama Agung (MA). Dalam mengajukan upaya hukum luar biasa ini terpidana kasus FT Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraida Hasibuan menunjuk Dalimunthe dan Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) sebagai kuasa hukumnya. 

Salah satu tim dari DNT Lawyers, Boris Tampubolon mengatakan, tim DNT Lawyers sebagai kuasa hukum para terpidana telah mengumpulkan bukti baru, baik dari dalam dan luar negeri. "Bukti ini yang menjadi dasar kami mengajukan permohonan PK," kata Boris melalui keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Senin (9/8). 

Boris merinci beberapa dasar pertimbangan pengajuan PK ini di antaranya pertama hubungan hukum antara para pemohon PK dan jamaah umroh merupakan hubungan perdata. Jauh sebelum perkara pidana diproses dan diputuskan, perkara PKPU telah didaftarkan lebih dahulu hingga terjadi perjanjian perdamaian (homologasi) antara para jamaah dan para terpidana. "Secara hukum setiap orang tidak dapat dipidana akibat hubungan perdata," katanya.

Kedua, merupakan sebuah kekeliruan jika para terpidana dihukum karena melakukan penipuan dengan program umroh promo Rp 14.300.000. Faktanya, para terpidana telah memberangkatkan 29.985 jamaah dari paket umrah promo sejak 16 November 2016 sampai 14 Juni 2017. "Artinya tidak ada niat dari para pemohon PK untuk melakukan penipuan," katanya.

Bahkan jauh sebelum itu, yakni sejak tahun 2010, First Travel telah memberangkatkan puluhan ribu jamaah tanpa halangan apapun.

Ketiga secara hukum, aset yang dapat dirampas dalam perkara pencucian uang harus dikembalikan kepada yang berhak. Sangat keliru jika aset yang diduga merupakan hasil pencucian tersebut malah dirampas untuk negara. 

"Seharusnya aset tersebut dikembalikan kepada para terpidana agar mereka dapat memenuhi kewajiban kepada para calon jamaah berdasarkan perjanjian perdamaian," katanya.

Keempat secara hukum, aset yang dapat dirampas dalam suatu tindak pidana adalah benda-benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana. Pada kasus First Travel, para terpidana dinyatakan melakukan tindak pidana sejak tahun 2015-2017. 

"Nyatanya harta benda milik terpidana yang diperoleh sejak tahun 2009-2014 juga turut dirampas seperti rumah, mobil dan sebagian besar di antaranya dikembalikan kepada oknum-oknum yang tidak berhak," katanya. 

Boris mengatakan, PK ini diharapkan dapat memperjuangkan pemulihan hak-hak para calon jamaah yang menjadi korban First Travel serta hak hukum para terpidana pula. Kuasa hukum pun meminta agar semua aset First Travel harus segera dikembalikan pada para terpidana agar bisa melaksanakan perjanjian damai (homologasi) kepada para calon jamaah. "Dengan demikian para calon jamaah akan memperoleh kembali haknya serta memenuhi rasa keadilan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement