Senin 10 Aug 2020 14:31 WIB

Epidemiolog: Kebijakan Ganjil-Genap Banyak Dampak Negatifnya

Kebijakan Anies Baswedan tidak berpihak pada upaya penanggulangan Covid-19.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas menilang pengendara mobil yang melanggar kebijakan ganjil-genap di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (10/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas menilang pengendara mobil yang melanggar kebijakan ganjil-genap di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (10/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif menilai, kebijakan ganjil-genap yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bukanlah solusi yang baik dalam situasi Covid-19 seperti saat ini. Kebijakan yang diputuskan Gubernur Anies Rasyid Baswedan tersebut lebih banyak memberi dampak negatif lantaran justru menimbulkan pengalihan mobilitas masyarakat ke transportasi publik yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19.

"Saya melihat ganjil-genap lebih banyak dampak negatif daripada positif. Jadi bahkan kebijakan ini menjadi beban bagi transportasi publik, jelas sekali bahwa kebijakan itu enggak berpihak pada upaya penanggulangan (Covid-19)," kata Syahrizal saat dihubungi Republika, Senin (10/8).

Syahrizal menyampaikan, ketidakpahamannya mengapa Pemprov DKI mengeluarkan kebijakan tersebut. Menurut dia, ganjil-genap hanya sekadar mengatasi kemacetan kendaraan pribadi di jalan. Sementara, sambung dia, kemacetan tersebut tidak berdampak langsung terhadap upaya penanggulangan penularan Covid-19.

"Saya juga enggak ngerti apa dasarnya karena penularan tidak terjadi di kerumunan kendaraan pribadi di jalan. Enggak ada," jelasnya. Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa penerapan ganjil-genap tidak sejalan dengan upaya mengurangi penyebaran Covid-19.

Syahrizal menyebut, penambahan beban penumpang di transportasi publik jelas menambah risiko penularan karena adanya peningkatan pertemuan antar masyarakat. Dia justru menilai pemprov seharusnya mengetatkan penerapan kebijakan yang lebih jelas dan masuk akal, seperti pembatasan jumlah orang di perkantoran dan pemberlakuan tiga shift kerja. "Itu upaya berdampak langsung!" katanya menegaskan.

Disinggung adanya kemungkinan munculnya klaster Covid-19 di transportasi publik seiring dengan pemberlakuan ganjil-genap, Syahrizal berpendapat hal itu tidak serta-merta terjadi. Dia menuturkan, semuanya aman aman jika protokol kesehatan benar-benar diterapkan di transportasi publik.

"Soal klaster transportasi umum sebetulnya kalau orang pakai masker, tetap berjarak, dan tidak berbicara, kecil sekali risiko penularan. Itu sudah basic scientific," ucap Syahrizal. Lebih lanjut, Syahrizal menyarankan pemprov DKI Jakarta untuk bisa mengevaluasi setiap langkah dan kebijakan yang diterapkan agar tepat dan jelas tujuannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement