Senin 10 Aug 2020 06:16 WIB

Daya Beli Lemah, Industri Tekstil Belum Beroperasi Normal

Pengusaha tekstil mengharapkan diskon tarif PLN untuk dongkrak produksi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Kamis (16/4/2020). Sekretaris Jendras Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) secara keseluruhan ke global turun sebesar 30-40 persen akibat wabah COVID-19
Foto: FAUZAN/ANTARA FOTO
Pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Kamis (16/4/2020). Sekretaris Jendras Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) secara keseluruhan ke global turun sebesar 30-40 persen akibat wabah COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada Juli sudah mulai beroperasi meski belum normal kembali. Hal itu disebabkan oleh daya beli yang masih rendah.

"Sebab daya beli juga masih rendah," ujar Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja kepada Republika.co.id pada Ahad (9/8). 

Masalah yang dihadapi industri saat ini yaitu lemahnya daya beli dan stimulus bagi industri belum banyak membantu. Ia mencontohkan, stimulus untuk menghilangkan pembayaran biaya listrik PLN diberikan pada Juli sampai Desember. Sedangkan hampir semua industri TPT sudah mulai beroperasi pada Juli. 

"Jadi sekarang yang lebih kami harapkan adalah diskon tarif PLN pada malam hari. Yaitu dari jam 22.00 WIB sampai jam 06.00 WIB," kata Jemmy. 

Sebagai informasi, Industri pengolahan dan manufaktur anjlok pada kuartal II 2020. Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, pertumbuhan sektor manufaktur terkontraksi 6,19 persen, sedangkan manufaktur turun 5,74 persen pada periode tersebut. 

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, prospek pulihnya industri pengolahan atau manufaktur sebetulnya positif. Hanya saja harus didukung peningkatan konsumsi di level nasional.

"Karena konsumsi di level internasionalnya tidak bisa diandalkan sebagai engine of growth dalam waktu satu tahun ke depan. Setidaknya hingga ada pemulihan ekonomi global dari covid-19," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani kepada Republika.co.id.

Maka demi meningkatkan konsumsi nasional, kata dia, berbagai stimulus seperti kredit usaha dan belanja pemerintah harus digulirkan atau didistribusikan secepatnya kepada masyarakat dan pelaku usaha. Terutama bagi mereka yang membutuhkan, guna meningkatkan appetite konsumsi produk manufaktur dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement