Ahad 09 Aug 2020 04:26 WIB

IDAI Minta Durasi Pembelajaran Daring Dibatasi

Belajar secara daring dengan durasi terlalu lama bisa mengganggu tumbuh kembang anak.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Sejumlah siswa kelas 6 SDN Sumberaji 2 mengerjakan tugas pelajaran sekolah secara daring atau online di kawasan makam Dusun Ngapus, Desa Sumberaji, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (8/8/2020). Kawasan makam yang berada lebih tinggi dibandingkan pemukiman warga ini menjadi tempat belajar para siswa dari pagi hingga siang hari karena di lokasi tersebut yang memungkinkan mendapatkan sinyal jaringan internet untuk belajar online atau daring.
Foto: Antara/Syaiful Arif
Sejumlah siswa kelas 6 SDN Sumberaji 2 mengerjakan tugas pelajaran sekolah secara daring atau online di kawasan makam Dusun Ngapus, Desa Sumberaji, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (8/8/2020). Kawasan makam yang berada lebih tinggi dibandingkan pemukiman warga ini menjadi tempat belajar para siswa dari pagi hingga siang hari karena di lokasi tersebut yang memungkinkan mendapatkan sinyal jaringan internet untuk belajar online atau daring.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan agar durasi belajar daring siswa tidak melewati batas yang disarankan. Sebab, melihat layar gawai secara berlebihan bakal mengganggu tumbuh kembang anak termasuk gangguan bicara bahasa hingga gangguan kecerdasan.

Ketua UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, DR. Dr. Ahmad Suryawan, Sp.A(K), mengatakan, pembahasan durasi melihat layar gawai tak bisa dilepaskan dari tiga komponen penentu tumbuh kembang anak.

Baca Juga

"Pertama, regulasi aktivitas fisik. Kedua, regulasi aktivitas sedentarian (hanya duduk diam), durasi melihat layar masuk kategori ini. Ketiga, regulasi masa tidur," kata Wawan kepada Republika, Sabtu (8/8).

Jika durasi melihat layar gawai melebihi batas, kata dia, maka akan mengganggu dua komponen lainnya. Pada gilirannya, jika terjadi secara terus-menerus, akan berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak.

IDAI lewat surat rekomendasinya pada akhir Juli lalu menyarankan agar waktu belajar daring untuk siswa SD tak lebih dari 90 menit per hari. Sedangkan SMP dan SMA disarankan tak lebih dari dua jam per hari. Rekomendasi itu dibuat karena mayoritas siswa Indonesia tengah menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19.

Wawan menegaskan, rekomendasi, yang sudah sesuai anjuran WHO itu, bukanlah soal durasi sekolah tapi durasi belajar daring.

"Untuk SD sekolahnya 4 jam atau 5 jam silakan, tapi yang daringnya itu cukup 90 menit maksimal. Selebihnya offline-kan," ujarnya.

Untuk itu, ia menilai, pihak sekolah perlu melakukan penyesuaian jadwal atau bahkan kurikulum guna mengurangi durasi belajar daring. Sehingga, siswa bisa tetap belajar tanpa harus membahayakan tumbuh kembangnya.

Wawan menjelaskan, dampak buruk melihat layar berlebihan akan muncul ketika anak sudah kerap melakukannya. "Misalnya terus menerus tiap hari, dia sekolah daring yang seharunya 90 menit dijadikan 5 jam," ucapnya.

Ketika hal semacam itu yang terjadi, lanjut dia, dampak yang pertama muncul adalah pada kesehatan. Terutama gangguan tidur. Sebab, melihat layar berlebihan akan mengurangi waktu aktivitas fisik dan waktu tidur.

Dampak kedua adalah pada tumbuh kembang anak. Dia mengatakan, berlebihan melihat layar pada anak tingkat SD, apalagi pada anak di bawah 6 tahun, bakal meningkatkan risiko gangguan perkembangan, terutama gangguan bicara bahasa dan gangguan interaksi dengan lingkungan.

"Kasus-kasus gangguan bicara bahasa, yang karena melihat layar berlebihan, sebelum pandemi itu sudah sangat tinggi. Apalagi di masa pandemi ini kalau durasi melihat layarnya tidak diatur. Nanti pandeminya berakhir, anak-anak itu gangguan perkembangan nanti," papar Wawan.

Adapun pada anak tingkat SMP dan SMA, lanjut dia, dampaknya berupa gangguan perilaku sosial emosi. Melihat layar berlebihan berperan sebagai pemicu gangguan ini.

"Jadi, setelah itu akan merambat ke gangguan kecerdasan," ungkap Wawan.

Wawan menegaskan, orang tua tidak bisa serta merta memerahi anaknya yang kerap melihat layar berlebihan. Sebab, anak melihat layar berlebihan itu kerap kali karena meniru orang tuanya sendiri.

"Jadi durasi orang tua melihat layar itu modeling banget (buat anak). Kalau mau membatasi durasi anak melihat layar, batasi juga durasi melihat layar si orang tua. Keberhasilan mengurangi durasi layar anak faktor penentunya adalah durasi layar orang tua," kata Wawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement