Jumat 07 Aug 2020 15:56 WIB

DPR: Inpres Pelanggar Protokol untuk Beri Shock Therapy 

Di zona yang sangat merah memang diperlukan sedikit shock therapy.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, memang diperlukan. Khususnya, untuk daerah-daerah yang berada di zona merah.

"Di zona yang sangat merah memang diperlukan sedikit shock therapy untuk supaya protokol Covid-19 itu dilaksanakan dengan baik dan benar," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (7/8).

Dia melihat baik dengan diterbitkannya Inpres 6/2020 ini. Agar penyebaran Covid-19 tak lagi meluas dan tidak menambah klaster-klaster baru penularannya.

"Karena kita khawatir ini pandemi tidak selesai, selesai karena kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol Covid-19 kurang," ujar Dasco.

Tetapi, dia meminta, aparat penegak hukum juga bijaksana dalam menerapkan instruksi tersebut. Tetap diperlukan tindakan persuasif agar protokol kesehatan dapat diterapkan tanpa ada paksaan.

"Kemudian bisa menyadarkan masyarakat bahwa mereka tidak boleh lagi melanggar. Misalnya karena baru sekali diingatkan, misalnya begitu," ujar Dasco.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Di dalamnya terdapat aturan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Inpres tersebut diteken Presiden Jokowi pada 4 Agustus 2020.

Protokol kesehatan yang tidak boleh dilanggar yakni protokol perlindungan individu. Hal itu meliputi penggunaan masker yang menutup hidung dan mulut hingga dagu jika harus keluar rumah atau interaksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya. Kemudian membersihkan tangan secara teratur, pembatasan interaksi fisik (physical distancing), dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

“Sanksi sebagaimana dimaksud berupa, teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha," seperti dikutip dari salinan Inpres yang diperoleh di Jakarta, Rabu, dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement