Kamis 06 Aug 2020 19:49 WIB

Resesi, Legislator: Pemerintah Harus All Out Bangkitkan UMKM

Jangan biarkan UMKM terus bertumbangan karena mereka kesulitan mengakses dana stimulu

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Foto: ANTARA/Rahmad
Pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistika (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Quartal II/2020 mengalami kontraksi (minus) 5,32 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Maka, Indonesia berada dalam ancaman resesi jika pada Quartal III nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali minus. Oleh karena itu, pemerintah didesak untuk sungguh-sungguh membangkitkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

“Pemerintah harus all out membantu UMKM agar bangkit. Jika dianggap unbankable, bantu dan bimbing sehingga mereka layak mendapat bantuan modal atau kredit dari perbankan. Jangan biarkan UMKM terus bertumbangan karena mereka kesulitan mengakses dana stimulus atau modal kerja,” tegas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin AK dalam keterangannya, Kamis (6/8).

Kemudian jika akhirnya terjadi resesi, tapi kalau UMKM bangkit dan kembali berputar usahanya, Amin yakin resesi tidak akan berkepanjangan. Dia menyayangkan minimnya terobosan pemerintah dalam membangkitkan perekonomian nasional. 

Padahal, pemerintah punya segala hal yang dibutuhkan untuk menahan anjloknya perekonomian nasional. Anggaran pemulihan ekonomi nasional yang sangat besar dengan dana stimulus mencapai Rp 695,2 triliun, hingga awal Agustus ini baru terserap 20 persen saja. 

Anggota Komisi VI itu menyayangkan, kecilnya jumlah UMKM sudah memperoleh bantuan modal kerja. Sampai  awal Agustus 2020, baru 617.324 debitur dari kalangan UMKM yang mendapat kredit modal kerja, atau sekitar 0,96 persen dari total 64 juta UMKM. 

Padahal, pemerintah sudah menempat dana di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebesar Rp 30 triliun. Tentu dengan harapan Himbara mampu meningkatkan kredit yang dimodali pemerintah Rp 30 triliun menjadi Rp 90 triliun selama tiga bulan.

"Akibat lambatnya realisasi program PEN membuat banyak UMKM harus berusaha mencari permodalan sendiri. Beberapa di antaranya bahkan memilih untuk tutup sementara karena tak bisa mengakses pembiayaan murah," tutur Amin.

Padahal, kata Amin, dengan bangkitnya UMKM, laju penurunan ekonomi nasional dari sisi pengeluaran bisa diredam, Itu, kata dia, karena UMKM menjadi sandaran bagi 90 persen tenaga kerja nasional. 

"Sayangnya pemerintah seperti gagap menghadapi situasi pandemi ini,” beber Amin.

Oleh karena itu, Amin merasa heran mengapa program bansos gagal mengangkat daya beli masyarakat bawah. Sementara itu, kelompok menengah atas pun cenderung menahan diri untuk membelanjakan uangnya. Itu terjadi karena rendahnya kepercayaan masyarakat pada kemampuan pemerintah menangani persoalan ekonomi.

“Sikap Presiden yang marah-marah atas kinerja para menterinya yang tidak memble, justru malah menebar pesimisme di tengah masyarakat. Masyarakat ragu apakah pemerintah mampu menangani persoalan ekonomi,” ucap Amin. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement