Rabu 05 Aug 2020 19:13 WIB

Pemerintah Siapkan Regulasi Sekolah Tatap Muka

Sekolah tatap muka disebut sebagai upaya menjaga kesehatan jiwa anak.

Anak-anak belajar dan mengerjakan tugas sekolah secara daring di serambi Masjid At-Taqwa, Dusun XIV, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (3/8). Masjid At-Taqwa menyediakan internet gratis untuk membantu kegiatan belajar anak-anak yang sekolah SD dan SMP.  Jaringan internet gratis sedekah warga ini selain untuk membantu warga sekitar juga memakmurkan masjid. Sebanyak 10 hingga 14 anak memanfaatkan internet gratis ini dari pagi hingga jelang Shalat Dzuhur.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Anak-anak belajar dan mengerjakan tugas sekolah secara daring di serambi Masjid At-Taqwa, Dusun XIV, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (3/8). Masjid At-Taqwa menyediakan internet gratis untuk membantu kegiatan belajar anak-anak yang sekolah SD dan SMP. Jaringan internet gratis sedekah warga ini selain untuk membantu warga sekitar juga memakmurkan masjid. Sebanyak 10 hingga 14 anak memanfaatkan internet gratis ini dari pagi hingga jelang Shalat Dzuhur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menyiapkan regulasi dan kesepakatan bersama terkait pembelajaran siswa secara luring atau tatap muka di masa pandemi Covid-19. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Jiwa Dr dr Fidiansjah Sp.KJ, MPH dalam keterangannya disampaikan melalui telekonferensi di Jakarta, Rabu (5/8), kementerian-lembaga yang terlibat tengah menyiapkan kesepakatan bersama terkait pembelajaran yang harus disiapkan dalam konteks tatanan hidup yang baru.

Panduan dalam hal pembelajaran secara langsung di masa pandemi dengan berbagai aturan dan protokol kesehatan yang ketat, kata Fidiansjah, harus dilakukan oleh siswa, guru, dan juga orang tua.

Baca Juga

Dia menyebut, sistem pembelajaran langsung ini sekaligus sebagai upaya menjaga kesehatan jiwa anak agar tidak terganggu di masa pandemi Covid-19. Selain itu, juga untuk memberikan akses pembelajaran bagi siswa yang tidak terjangkau dalam sistem pembelajaran jarak jauh.

Dia menjelaskan anak memiliki peningkatan faktor risiko untuk mengalami gangguan kesehatan jiwa dikarenakan berbagai tekanan psikososial tersebut. Kemenkes mencatat sebanyak 32 persen anak tidak mendapatkan program belajar dalam bentuk apapun sedangkan 68 persen anak memiliki akses.

Dalam masa pandemi sistem pembelajaran dilakukan dari jarak jauh. Kemenkes mencatat 37 persen anak tidak bisa mengatur waktu belajarnya, 30 persen anak kesulitan memahami pelajaran, 21 persen anak tidak memahami instruksi dari guru.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan 47 persen anak merasa bosan tinggal di rumah, 35 persen khawatir ketinggalan pelajaran, 15 persen merasa tidak aman, 34 persen merasa takut terinfeksi virus Covid-19, 20 persen merindukan teman-temannya, dan 10 persen merasa khawatir terhadap penghasilan orang tua yang mulai berkurang.

Selain itu, Fidiansjah juga memberikan catatan dikarenakan adanya sistem pembelajaran jarak jauh melalui daring meningkatkan kekerasan fisik terhadap anak (11 persen), dan kekerasan verbal pada anak (62 persen). Menurut Fidiansjah, hal itu dikarenakan beban orang tua yang bertambah untuk memberikan pelajaran kepada anak sementara harus menuntaskan pekerjaan sehari-harinya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement