Rabu 05 Aug 2020 15:34 WIB

IDI Nilai Lampung Belum Optimal Lakukan Penelusuran dan Tes

Sedikit atau banyaknya sampel usap yang diperiksa itu kan tergantung dari tracing.

Petugas kesehatan melakukan pengambilan sampel tes usap/ SWAB (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petugas kesehatan melakukan pengambilan sampel tes usap/ SWAB (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bandarlampung menilai penelusuran dan pengujian sampel tes usap di Provinsi Lampung masih kurang optimal. "Sedikit atau banyaknya sampel usap yang diperiksa itu kan tergantung dari tracing, maka penelusuran ini harus lebih masif lagi dilakukan guna mencegah penyebaran Covid-19," kata Ketua IDI Cabang Bandarlampung dr Aditiya M Biomed, di Bandarlampung, Rabu (5/8).

Menurutnya, dengan ada alat Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) di Provinsi Lampung maka jumlah pemeriksaan sampel usap seharusnya lebih banyak per hari. Menurut dia, RT PCR yang ada di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) hanya mampu memeriksa 150 sampel tes usap per hari.

Baca Juga

"Apalagi di sini juga terdapat alat Tes Cepat Molekuler (TCM) serta Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandarlampung juga memiliki alat yang serupa, sehingga jumlah sampel yang diperiksa per hari dinilai masih tetap sangat kecil," ujarnya.

Menurutnya pula, pemerintah setempat harus memiliki inovasi-inovasi lain dalam rangka mencegah penyebaran virus ini karena saat ini pasien Covid-19 telah menyeluruh ada di kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

"Kita kan sudah beberapa bulan menjalani situasi ini, harusnya pemerintah setempat memiliki inovasi baru yang melibatkan langsung masyarakat dalam pencegahan atau melakukan usapan(swab) massal seperti di provinsi lainnya," kata dia.

Terkait dengan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang protokol kesehatan, Ketua IDI Cabang Bandarlampung tersebut mengapresiasi pemerintah setempat karena itu juga merupakan upaya dalam mencegah persebaran Covid-19.

"Ini sudah bagus, tidak ada denda pun tidak masalah karena jika dilihat pun daerah yang menerapkan denda belum bisa dinilai efektif dalam mencegah penyebaran virus. Ini sebenarnya masalah pola pikir masyarakat, jadi sekeras apapun hukumnya kalau masyarakatnya cuek dan tidak peduli, tetap saja akan naik angka Covid-19 nya," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement