Rabu 05 Aug 2020 13:45 WIB

PBB Laporkan Karyawannya Jadi Korban Ledakan Lebanon

PBB belum merinci jumlah korban karyawannya akibat ledakan Lebanon

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Asap mengepul dari lokasi ledakan di pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020).
Foto: EPA-EFE / IBRAHIM DIRANI / DAR AL MUSSAWIR
Asap mengepul dari lokasi ledakan di pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, beberapa karyawannya terluka akibat ledakan besar mengguncang ibu kota Lebanon, Beirut, Selasa (4/8). Belum ada rincian korban yang berjatuhan dari lembaga tersebut.

Wakil juru bicara Sekretaris Jenderal Antonio Guterres, Farhan Haq, mengatakan, belum ada laporan jumlah personel yang cedera atau keterlibatan posisi bekerja untuk PBB. Namun, PBB menjalankan banyak sekali program di negara Mediterania, termasuk bantuan pengungsi dan pasukan penjaga perdamaian di selatan negara itu.

Baca Juga

"Menyatakan belasungkawa terdalamnya kepada keluarga para korban, serta kepada orang-orang dan Pemerintah Lebanon, menyusul ledakan mengerikan di Beirut hari ini," kata Haq menyampaikan pernyatan Guterres.

Lebih dari lima lusin orang meninggal dunia dan 2.750 lainnya cedera ketika ledakan terjadi di pelabuhan Beirut. Korban masih banyak yang terjebak di bawah puing-puing bangunan ketika petugas penyelamat berusaha menjangkau mereka.

"Dia berharap pemulihan yang cepat bagi yang terluka, termasuk beberapa personel PBB yang bekerja di Lebanon. PBB tetap berkomitmen untuk mendukung Lebanon pada saat yang sulit ini, dan secara aktif membantu dalam menanggapi insiden ini," tambah Haq dikutip dari Anadolu Agency.

Gubernur Beirut, Marwan Abboud menangis ketika berbicara kepada wartawan di lokasi ledakan. Dia membandingkan ledakan itu dengan pemboman nuklir yang mengerikan di kota-kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki pada 1945.

Ledakan itu terjadi pada saat yang sensitif, hanya beberapa hari sebelum Pengadilan Khusus PBB untuk Lebanon dijadwalkan mengumumkan keputusannya dalam kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri. Sosok tersebut meninggal dalam ledakan besar di Beirut pada 2005. Negara ini juga bergulat dengan krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade, dan berada dalam pergolakan pandemi virus corona.

Sumber yang dekat dengan Hizbullah membantah tuduhan bahwa ledakan besar itu adalah serangan oleh Israel terhadap gudang senjata mereka. Para pejabat Israel membantah keterlibatan dalam tragedi itu, mengatakan ledakan itu bisa saja kecelakaan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement