Rabu 05 Aug 2020 12:15 WIB

AS Kutuk Keterlibatan Militer Asing di Libya

AS menilai Libya harus membangun negaranya secara mandiri tanpa keterlibatan asing

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Tentara Libya merayakan kemenangan setelah merebut kota Tarhuna dari milisi pemberontak Khalifa Haftar di barat Libya pada 5 Juni 2020. ( Hazem Turkia - Anadolu Agency )
Foto: Anadolu Agency
Tentara Libya merayakan kemenangan setelah merebut kota Tarhuna dari milisi pemberontak Khalifa Haftar di barat Libya pada 5 Juni 2020. ( Hazem Turkia - Anadolu Agency )

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengutuk keterlibatan militer asing di Libya, termasuk penggunaan tentara bayaran dan kontraktor militer swasta. Penasihat keamanan nasional AS, Robert O'Brien mengatakan, Libya harus membangun kembali negaranya secara mandiri tanpa keterlibatan tangan-tangan asing.

O'Brien mengatakan, Presiden Donald Trump telah berbicara dengan beberapa pemimpin dunia tentang Libya dalam beberapa pekan terakhir. O'Brien mengatakan, keterlibatan militer asing tidak akan menghasilkan kemenangan bagi Libya.

Baca Juga

"Tidak ad pihak yang menang," kata O'Brien.

O'Brien mengatakan, AS sangat terganggu dengan meningkatnya konflik dan intervensi kekuatan asing di Libya, yang dapat merusak kepentingan AS dan sekutunya. Menurut O'Brien, meningkatnya eskalasi akan semakin memperpanjang konflik di Libya.

“Jelas tidak ada pihak yang menang. Libya hanya bisa menang jika mereka bersatu untuk merebut kembali kedaulatan mereka dan membangun kembali negara yang berdaulat," kata O'Brien.

O'Brien menegaskan, Washington berkomitmen untuk memainkan peran aktif, tetapi tetap netral dalam membantu menemukan solusi yang mendukung kedaulatan Libya. Hal itu termasuk melindungi kepentingan AS dan sekutunya.

Sebelumnya, Presiden Trump telah membahas mengenai perlunya penurunan eskalasi di Libya dalam beberapa pekan terakhir dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi dan Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Mohammed bin Zayed. Dalam pertemuan itu, Trump mengatakan bahwa hadirnya kekuatan asing di Libya dapat menimbulkan bahaya besar bagi stabilitas regional dan perdagangan global.

Trump mendesak semua pihak agar perusahaan minyak negara Libya, National Oil Corp dapat melanjutkan operasionalnya dengan transparansi penuh. Selain itu, Trump mendorong solusi demiliterisasi untuk Sirte dan al-Jufra, menghormati embargo senjata OBB, dan menyelesaikan gencatan senjata di bawah pembicaraan yang dipimpin oleh PBB.

Libya tenggelam dalam konflik setelah penggulingan pemimpin Muammar Qaddafi pada 2011. Sejak 2014, Libya terpecah menjadi dua kubu. Pemerintahan Libya yang diakui secara internasional atau Government of National Accord (GNA) mengendalikan ibu kota Tripoli dan wilayah barat laut. Sementara, kelompok militer Libyan National Army (LNA) yang dipimpin oleh Khalifa Haftar menduduki wilayah timur.

Kelompok Haftar mendapatkan dukungan dari UEA, Mesir, dan Rusia. Sementara, GNA mendapatkan dukungan penuh dari Turki. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres telah memperingatkan bahwa campur tangan asing dan tentara bayaran di Libya telah mencapai pada "tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya". 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement