Senin 03 Aug 2020 12:20 WIB

Simplifikasi Cukai Rugikan Pemerintah dan Petani Tembakau

Bila kebijakan sekarang sudah bisa penuhi target penerimaan, mengapa harus diubah.

Petani merawat tanaman tembakau. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ANIS EFIZUDIN
Petani merawat tanaman tembakau. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana penerapan simplifikasi penarikan cukai pada 2021 dianggap merugikan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Selain akan mengurangi pendapatan negara dari cukai rokok, konsumsi rokok ilegal dan murah di masyarakat dikhawatirkan akan meningkat.

Dampak lainnya, perusahaan rokok skala kecil dan menengah dikhawatirkan pula akan berguguran. Banyak petani tembakau dan buruh industri rokok akan kehilangan pekerjaan. Pemerintah pun diminta tetap mempertahankan tata cara penarikan cukai yang selama ini sudah berlangsung dan memenuhi target.

"Pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai dari 10 tier menjadi 3 tier," ujar Guru Besar FEB Universitas Brawijaya, Chandra Fajri Ananda. "Pakai saja cara yang sudah ada bila penerimaan negara dari cukai rokok selama ini sudah terpenuhi."

Chandra mengatakan saat ini tidak mungkin pemerintah mematikan industri rokok nasional. Alasannya jutaan tenaga kerja hidup dan bekerja di sektor ini. Jika industri rokok tutup, pemerintah harus siap menyediakan lapangan kerja bagi petani tembakau dan buruh rokok.

Dalam kondisi resesi ekonomi seperti sekarang pemerintah akan mengalami kesulitan menyediakan lapangan kerja pengganti industri rokok. “Memangnya sudah ada industri pengganti yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja dan memberikan pemasukan ratusan triliunan rupiah bagi negara? Jika belum ada, jangan mematikan  industri hasil tembakau nasional," ujarnya menegaskan.

Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Sahmihudin menyebutkan saat ini terdapat sekitar 500 perusahaan rokok, baik kecil, menengah maupun besar. Jika simplifikasi diterapkan, kemungkinan besar akan mematikah pabrik rokok kecil dan menengah. "Hanya menyisakan sekitar tiga perusahaan rokok besar, salah satunya perusahaan rokok besar dari luar negeri," ujarnya.

    

Bila itu yang terjadi, Sahmihudin khawatir pembelian tembakau kepada petani akan berkurang drastis. Pada akhirnya, petani akan dirugikan dan pendapatan pemerintah dari cukai juga ikut berkurang. "Karena itu pemerintah perlu hati-hati menerapkan sebuah kebijakan," katanya mengingatkan.

Menurut Sahmihudin gara-gara kenaikan cukai rokok sangat tinggi pada 2019 lalu, tembakau petani banyak yang tidak terserap oleh industri rokok. Kondisi yang mengkhawatirkan pula akan terjadi apabila kebijakan simplifikasi penarikan cukai rokok diberlakukan tahun depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement