Jumat 31 Jul 2020 15:24 WIB

KIP-Kuliah Semoga Barokah

Pandemi Covid-19 juga berdampak bagi kehidupan ekonomi orang tua mahasiswa.

Sutia Budi, Wakil Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta.
Foto: dokpri
Sutia Budi, Wakil Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sutia Budi (Wakil Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta)

“Mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah tujuan nasional kita. Secara gamblang, Pembukaan UUD 1945 menegaskan empat tujuan nasional Indonesia yaitu; i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; ii) memajukan kesejahteraan umum; iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Mewujudkan tujuan nasional yang telah dirumuskan oleh the founding fathers tentu bukan hal yang mudah, namun sesungguhnya kita bisa dan mampu untuk mewujudkannya, sepanjang kita mau. Dan jangan lupa, semua kita perlu belajar sejarah dan “mengambil hikmah” dari sejarah itu, agar kita paham kemana harus melangkah. Dengan membaca sejarah, kita akan memahami para pelaku sejarah dan tentu memahami apa yang diperjuangkannya.

Sehingga sikap saling menghargai, gotong royong, dan berbagai kearifan akan muncul dengan mempelajari sejarah bangsa yang bermuara pada tujuan berbangsa dan bernegara. Seluruh komponen bangsa mesti bersatu padu untuk mewujudkan empat tujuan nasional yang mulia itu. Sulit dicapai rasanya, jika kita bergerak sendiri-sendiri. 

Pemuda sebagai tulang punggung bangsa, merupakan penentu arah masa depan negara. Kemajuan atau kemunduran negeri ini berada di pundak pemuda. Apakah Indonesia di masa depan akan selalu mampu melindungi tumpah darahnya? Apakah kesejahteraan bangsa akan semakin maju? Apakah kehidupan bangsa akan semakin cerdas? Dan apakah kita akan tetap mampu memberikan kontribusi nyata bagi ketertiban dunia? Pemuda-lah yang akan menjawabnya. Dalam pepatah Arab: “Syubbanul Yaum, Rijalul Gadd”, artinya: Pemuda hari ini, Pemimpin masa depan. 

Untuk mempersiapkan pemimpin masa depan itulah, maka dunia pendidikan Indonesia harus terus dibenahi; peningkatan mutu dan kuantitas peserta didik, adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman, dan mampu melahirkan agen-agen perubahan di seluruh sektor kehidupan. Berbagai program pemerintah di bidang pendidikan wajib diarahkan pada tujuan nasional, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”, dan bukan sebaliknya.

Sejarah panjang pendidikan Indonesia penuh warna, sejak pra-kemerdekaan hingga hari ini di era Pandemi Covid-19. Hari ini, Pendidikan Dasar, Menengah, hingga Pendidikan Tinggi “dibuat kaget” ketika semua “mendadak online”. Namun bagaimana pun sulitnya, proses pembelajaran dalam berbagai tingkat pendidikan masih mampu disiasati-dihadapi dengan berbagai cara, dengan bantuan berbagai media.

Terdapat masalah terberat saat ini selain masalah kesehatan tentunya, yaitu Pandemi Covid-19 telah menghantam kehidupan ekonomi masyarakat, daya beli masyarakat menurun, angka kemiskinan dan pengangguran bertambah, serta ancaman krisis di depan mata. Dalam kondisi seperti ini, maka berbagai program jaring pengaman sosial, beasiswa pendidikan, dan program ketahanan pangan bagi masyarakat sangat mendesak diperlukan. Pada saat yang sama, Pemerintah tentu harus berjuang mengeluarkan “jurus-jurus ampuh” untuk menghadang ancaman resesi.  

Pandemi Covid-19 juga berdampak bagi kehidupan ekonomi orang tua mahasiswa, baik bagi mereka yang  putra-putrinya mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang jumlahnya jauh lebih besar. 

Dalam Statistik Pendidikan Tinggi (2018) yang dirilis oleh Pusat Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), terlihat bahwa Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia secara nasional berjumlah 4.670 institusi, yang terdiri dari: 581 Universitas,214 Institut, 2.525 Sekolah Tinggi, 1.054 Akademi, 19 Akademi Komunitas dan 277 Politeknik.

Sementara jumlah Perguruan Tinggi di bawah naungan Ristekdikti pada tahun 2018 (sekarang Kemendikbud) berjumlah 3.293 institusi, yang terdiri dari 122 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 3.171 Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Jumlah Program Studi (Prodi) secara nasional berjumlah 27.779 Prodi. Sementara jumlah Prodi di bawah naungan Kemendikbud sejumlah 21.154 Prodi 

Jumlah mahasiswa terdaftar secara nasional pada tahun 2018 berjumlah 8.043.480, termasuk di dalamnya jumlah mahasiswa baru secara nasional sebanyak 1.732.308. 

Sementara jumlah mahasiswa pada Perguruan Tinggi di bawah naungan Kemendikbud sejumlah 6.951.124, terdiri dari: 2.492.103 mahasiswa PTN dan hampir dua kali lipatnya kuliah di PTS dengan jumlah 4.459.021 mahasiswa. Terdapat 1.472.156 mahasiswa baru (tahun 2018) yang terdiri dari: 550.797 mahasiswa PTN dan 921.359 mahasiswa PTS. 

Jumlah lulusan perguruan tinggi secara nasional sejumlah 1.247.116 alumni. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.113.375 merupakan lulusan Perguruan Tinggi di bawah naungan Kemendikbud, yang terdiri dari 389.881 lulusan PTN dan 723.494 lulusan PTS.

Dari data tersebut di atas menunjukkan bahwa betapa besarnya peranan dan kontribusi Perguruan Tinggi Swasta kepada negara. Persyarikatan Muhammadiyah contohnya, saat ini memiliki 166 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (awalnya 173 PTM karena sebagian PTM sudah melakukan penggabungan).  Jumlah mahasiswa PTM lebih dari 500.000 mahasiswa setiap tahun akademiknya, serta telah melahirkan jutaan alumni pendidikan tinggi yang tersebar se-Indonesia. Demikian juga konstribusi nyata dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan lembaga lainnya. 

Maka ketika Pemerintah saat ini mengalokasikan anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dengan proporsi 60% dialokasikan ke Perguruan Tinggi Swasta, dan 40% dialokasikan ke Perguruan Tinggi Negeri, tentu menjadi wajar dan patut diapresiasi. Hal ini sebagai salah satu upaya serius untuk mewujudkan pendidikan yang berkeadilan, pendidikan untuk semua. 

Solusi Pemerintah saat Wabah

Pada Juni lalu Pemerintah telah meluncurkan tiga kebijakan untuk mendukung mahasiswa dan satuan pendidikan yang terdampak Pandemi Covid-19. Kebijakan Pertama terkait dukungan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Kebijakan Kedua terkait Dana Bantuan UKT mahasiswa, dan Kebijakan Ketiga terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi dan BOS Kinerja yang dialokasikan sebesar Rp 3,2 triliun dengan sasaran sejumlah 56.115 sekolah di 32.321 desa/kelurahan daerah khusus. 

Dari kebijakan tersebut di atas yang terkait dengan Pendidikan Tinggi mengandung beberapa keringanan yang akan didapatkan mahasiswa. Keringanan tersebut adalah Cicilan UKT yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, Penundaan UKT sesuai kemampuan ekonominya, Penurunan UKT yang juga disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, Terbukanya Program Beasiswa, serta Bantuan Infrastruktur berupa bantuan dana untuk jaringan internet berdasarkan pertimbangan masing-masing PTN.

KIP-Kuliah: Suatu Upaya Wujudkan Pendidikan Berkeadilan

Salah satu program pemerintah untuk meringankan masyarakat, sekaligus membuka akses yang lebih luas untuk dapat mengenyam Pendidikan Tinggi adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Saat ini, akses dan kuota bantuan pendidikan semakin terbuka lebar untuk para calon mahasiswa dan mahasiswa aktif. Mahasiswa berhak mengajukan diri untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah atau skema beasiswa lainnya yang disediakan perguruan tinggi masing-masing dengan kriteria penerimaan sesuai program beasiswa yang ditetapkan. 

Laman kip-kuliah.kemdikbud.go.id menyebutkan bahwa KIP-Kuliah adalah bantuan biaya pendidikan dari pemerintah bagi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang memiliki potensi akademik baik tetapi memiliki keterbatasan ekonomi. Berbeda dari beasiswa yang berfokus pada memberikan penghargaan atau dukungan dana terhadap mereka yang berprestasi (lihat penjelasan Pasal 76 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi). Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) adalah salah satu upaya untuk membantu asa para siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi tetapi berprestasi untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi.  

Pemerintah mengabarkan akan memberikan bantuan KIP-Kuliah pada tahun 2020 yang akan diberikan kepada 410.000 mahasiswa, terutama bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta. Jumlah tersebut di luar 467.000 mahasiswa yang menerima Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi on-going 2016-2019 dan KIP Kuliah. Target penerima KIP Kuliah sebanyak 410.000 mahasiswa tersebut jumlahnya tiga kali lipat lebih dari penerima Beasiswa Bidikmisi tahun 2019 yaitu sekitar 130.000 mahasiswa.  

Fakta selama ini menunjukkan bahwa program-program bantuan belajar di Perguruan Tinggi telah banyak melahirkan aktor-aktor perubahan dan pemimpin di berbagai sektor kehidupan. Beasiswa telah menghantarkan mimpi dan harapan jutaan orang menjadi kenyataan. Maka menjadi harapan besar, KIP-Kuliah yang dicetuskan oleh Presiden Jokowi akan memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, melahirkan sumber daya manusia yang unggul, melahirkan jutaan sarjana pelangsung pembangunan, dan menjadi subjek pembangunan bangsa dan negara.  

Penulis membayangkan, jika jumlah 877.000 mahasiswa para penerima KIP-Kuliah itu berasal dari atau menyebar ke seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya 74.954 desa, maka secara rata-rata per desa terdapat 11 orang calon sarjana. Jika 410.000 mahasiswa calon penerima KIP-Kuliah tahun 2020 ini, kemudian empat tahun mendatang menyebar ke seluruh desa yang ada, maka rata-rata 5 orang “Sarjana KIP-Kuliah” per desa akan “menggentarkan” seluruh desa yang ada di Indonesia. Dan jika saja program KIP-Kuliah berlangsung selama 5 tahun, maka akan melahirkan 25 orang agen-agen perubahan (10 orang Sarjana dan 15 Calon Sarjana) per desa. Lebih dahysat lagi, jika ditambahkan seluruh lulusan perguruan tinggi sebagaimana data-data di atas. Jika itu terjadi dan relatif merata ke seluruh wilayah maka tentu akan mempercepat kemajuan negara Indonesia tercinta.

Dengan begitu, apa yang disebut sebagai “pemerataan pendidikan atau pendidikan untuk semua” secara perlahan dapat diwujudkan secara sistematis. Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah adalah salah satu instrumen untuk menggapai kemajuan pendidikan Indonesia. KIP-Kuliah merupakan “sebuah alat” untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. KIP-Kuliah semoga barokah. Aamiiin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement