Kamis 30 Jul 2020 04:57 WIB

Islam di Polandia, Minoritas yang Terlindungi Negara Sekuler

Umat Islam di Polandia mendapat perlindungan dari negara sekuler.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Islam di Polandia mendapat perlindungan dari negara sekuler. Bendera Polandia
Foto: wikipedia
Umat Islam di Polandia mendapat perlindungan dari negara sekuler. Bendera Polandia

REPUBLIKA.CO.ID, Saat ini, jumlah umat Islam di Polandia berkisar puluhan ribu saja. Dari jumlah itu, yang terbesar adalah Muslim etnis Tatar, disusul Turki. Muslim Tatar diperkirakan mulai menghuni negara itu pada akhir abad ke-14.

Pada abad 15 dan 16, hubungan Polandia dan Tatar lebih kepada saling menjaga relasi baik. Pemerintah Polandia berkepentingan menjaga hubungan dengan suku-suku Muslim.

Di era itu pula, tak jarang orang-orang suku Tatar membawa imam dari Crimea dan Turki. Mereka juga menggunakan alfabet Arab (hijaiyah) tak hanya untuk menulis Alquran, tapi juga literatur seperti tafsir, kitab, dan aneka dokumen surat-menyurat.

Pertengahan abad 16 bisa disebut sebagai masa keemasan suku Tatar, karena mereka tersebar di berbagai wilayah Polandia. Tiap desa yang mereka tempati memiliki masjid. Hingga saat ini, permukiman yang dihuni suku Tatar tetap mempertahankan nama jalan menggunakan nama-nama Tatar. Namun, keistimewaan yang diberikan kepada suku Tatar dicabut menjelang akhir abad ke-16. Di sini, tampak paralel masa keemasan suku Tatar dengan kejayaan dunia Islam di abad pertengahan.

Pada abad 16 dan 17, orang-orang Tatar lainnya menemukan tempat berlindung pula di tanah Persemakmuran Polandia-Lituania. Sebagian besar mereka adalah orang Tatar dari suku Nogay dan Crimea. Hingga 1980-an, Islam di Polandia selalu berasosiasi dengan orang Tatar.  

Pada awal abad ke-20, orang-orang Tatar Lipka menjadi bagian masyarakat Polandia dan bergabung dengan kelompok Katolik Roma dalam migrasi massal ke Benua Baru. Di sana, mereka bahkan mendirikan masjid di Brookyn dan New York yang hingga hari ini masih digunakan.

Pada 1919, saat perang Polandia-Bolshevik pecah, dua pejabat militer Polandia keturunan Tatar, yakni Maciej Bajraszewski dan Dawid Janowicz-Czainski, membentuk Resimen Kavaleri Tatar yang memperkuat pertahanan Polandia. Pascaperang, unit ini kemudian bertransformasi menjadi skuadron dan meneruskan tradisi kejayaan militer bangsa Tatar pada abad 20, seperti ketika persemakmuran masih ada.

Sensus nasional pada 1931 mencatat, terdapat sekitar 6.000 orang Tatar di Polandia. Sebagian besar dari mereka tinggal di Wilno, Nowogrodek, dan Bialystok Voivodeships. Sementara sejumlah besar orang Tatar Lipka bertahan di luar perbatasan Polandia, mayoritasnya di Lituania dan Belarusia.

Meski kecil, komunitas Tatar adalah kelompok minoritas paling cemerlang di Polandia. Muslim Religious Association yang berdiri pada 1917 memusatkan programnya terhadap penjagaan aneka ibadah umat Islam. Di saat yang sama, Cultural and Educational Association of Polish Tatars bekerja menjaga dan menguatkan budaya dan tradisi bangsa Tatar.

Pada 1929, Museum Nasional Tatar dibagun di Wilno dan pada 1934 dibangun pula Pusat Arsip Nasional Tatar. Semua Muslim yang terdaftar dalam satuan militer dikirim ke Skuadron Kavaleri Tatar di Resimen Kavaleri 13. Di sini mereka dibolehkan memakai seragam dan simbol sendiri. Sementara, pasukan Army Oath for Muslim merupakan pasukan Muslim lainnya yang dikukuhkan oleh imam besar tentara Polandia, Ali Ismail Woronowicz.

photo
Bulan berwarna merah karena memantulkan cahaya fajar ketika matahari terbit dengan kabut asap tipis di Krakow, Polandia, Selasa (7/4). ( EPA-EFE/LUCASZ GAGULSKI POLAND OUT)

Sebelum Perang Dunia II terjadi, para pemimpin Muslim Tatar membentuk Dewan Mufti yang menyediakan pendidikan bagi para calon imam. Selama Perang Dunia II, komunitas Tatar Polandia merasakan dampak dari hubungan baru Jerman-Soviet dan Polandia-Soviet. Banyak intelektual Tatar yang dibunuh dalam peristiwa AB Action. Pascaperang, mayoritas permukiman Tatar dihancurkan oleh Soviet, dengan hanya tiga permukiman Tatar yang tersisa, yakni Bohoniki, Kruszyniany, dan Sokolka. Orang Tatar kemudian berpencar ke seluruh Polandia.

Saat ini, Muslim Tatar yang berasal dari Polandia banyak didapati hidup di Belarus dan Lituania. Setelah sempat vakum, pada 1971, Muslim Religious Association diaktifkan kembali dan sejak 1991 dibentuk pula Perkumpulan Muslim Polandia. Tahun berikutnya, Association of Polish Tatars juga kembali bergeliat.

Selain bagi komunitas asli Tatar, pada 1970-an, Polandia juga menjadi rumah bagi warga asli yang menjadi mualaf. Pada 1970 hingga 1980-an, Polandia mengundang para pelajar dari negeri-negeri berbahasa Arab dari Timur Tengah dan Afrika untuk belajar di sana. Banyak di antara mereka yang akhirnya memilih menetap. Mereka membentuk organisasi dan mendirikan masjid dan mushala.

 

Usai kudeta komunisme pada 1989, gelombang imigran Muslim kembali masuk ke Polandia. Mereka adalah Muslim dari Yugoslavia, Pakistan, Afghanistan, Chechnya, dan beberapa negara lain.

Meski di era baru ini Muslim menemukan tempat di Polandia, vandalisme terhadap masjid dan serangan terhadap Muslim tetap terjadi. Pada Januari 2013, Muslim dan Yahudi bahkan terkena dampak pelarangan penyembelihan hewan berdasarkan ritual tertentu, termasuk ritual agama selama hampir dua tahun, sampai akhirnya aturan itu dicabut pada Desember 2014.

Setelah Muslim Religious Association, sebuah organisasi Islam lainnya berdiri pada 2001 di Polandia, Muslim League. Organisasi ini menganut prinsip wasathiyah. Bila Muslim Religious Association dibentuk Muslim Tatar Polandia, Muslim League sendiri ditopang para aktivis asal Arab. Organisasi ini juga mencoba menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi Islam di Eropa.

Pada 2004, Muslim League diakui sebagai organisasi keagamaan yang legal, selain Muslim Religious Association. Sayangnya, alih-alih saling membantu, aroma persaingan kedua organisasi Islam ini sangat tercium. Padahal, keduanya sama-sama mencoba menawarkan solusi terkait eksistensi Muslim di tengah demokrasi liberal dan radikalisme. 

Bertahan selama lebih dari 700 tahun, Muslim Tatar berhasil berasimilasi dengan masyarakat Polandia tanpa kehilangan identitas sebagai Muslim, meski tampak pula pengeropaan terhadap tradisi Islam. Namun, belakangan muncul dengan gerakan Jadidisme, sebuah gerakan pembaruan. Meski terpisah dari dunia Islam, interaksi sehari-hari Muslim Tatar dengan berbagai agama memunculkan sikap moderat.

Persoalan muncul di komunitas Muslim yang datang kemudian. Untuk hal ini, Muslim League menyerukan para imigran Muslim Sunni untuk menjalankan prinsip wasathiyah (pertengahan) dan ijtihad dengan mengemukanya persoalan kontemporer seperti penggunaan jasa bank konvensional, fertilisasi in vitro, memelihara anjing, dan lain-lain.

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement