Rabu 29 Jul 2020 12:02 WIB

Senator AS Khawatir Cina Intervensi Pilpres Lewat TikTok

Mereka pun bertanya apakah Cina dapat memperkuat pandangan politik tertentu

Rep: Kamran Dikarma/ Red: A.Syalaby Ichsan
(Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)
Foto: Pixabay
(Foto: ilustrasi aplikasi TikTok)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekelompok senator Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik mengkhawatirkan bahwa aplikasi TikTok dapat digunakan Pemerintah Cina untuk mencampuri proses pemilihan presiden (pilpres) AS. Mereka meminta pemerintahan Presiden Donald Trump menilai ancaman tersebut.

Dalam surat yang dikirim ke Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODHI), Plt Menteri Departemen Keamanan Dalam Negeri Chad Wolf, dan Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) Christopher A. Wray, para senator Republik menyinggung tentang penyensoran yang dilakukan TikTok atas konten-konten sensitif di dalam platformnya.

Misalnya, video yang mengkritik perlakuan Cina terhadap etnis Uighur dan upaya Beijing memanipulasi diskusi politik pada aplikasi media sosial."Kami sangat khawatir bahwa (Partai Komunis Cina) dapat menggunakan kontrolnya atas TikTok untuk mengubah atau memanipulasi percakapan (politik) untuk menabur perselisihan di antara orang Amerika serta untuk mencapai hasil politik yang disukai," kata para senator Republik dalam surat yang dikirim pada Selasa (28/7).

Dalam surat tersebut, mereka pun bertanya apakah Cina dapat memperkuat pandangan politik tertentu dan melakukan operasi pengaruh melalui aplikasi populer yang dimiliki Beijing ByteDance Technology Co. "Jika bukti intervensi Partai Komunis Cina melalui TikTok muncul, apakah ByteDance layak untuk disanksi?" kata mereka.

Sekelompok senator Republik yang menulis surat tersebut antara lain Marco Rubio, Tom Cotton, Ted Cruz, Joni Ernst Thom Tilis, Kevin Cramer, dan Rick Scott. Seorang pejabat ODHI mengonfirmasi adanya surat tersebut. Ia mengatakan ODHI akan mengambil respons yang sesuai.

Sementara FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri belum memberikan komentar. TikTok telah menanggapi adanya surat yang ditulis para senator Republik. Seorang juru bicara TikTok mengatakan meskipun platformnya tidak masuk untuk berita politik, namun mereka tetap berinvestasi secara proaktif untuk melindungi aplikasi. "TikTok sudah memiliki kebijakan ketat terhadap disinformasi dan kami tidak menerima iklan politik," ujarnya.

Keberadaan TikTok di AS memang berada di persimpangan menyusul kian memburuknya hubungan antara Beijing dan Washington. Pekan lalu, AS memutuskan menutup konsulat jenderal Cina di Houston. Cina membalasnya dengan menutup konsulat AS di Chengdu pada Senin (27/7) lalu.

Pilpres AS dijadwalkan digelar pada November mendatang. Terdapat dua calon yakni petahana Donald Trump (dari Partai Republik) dan Joe Biden (dari Partai Demokrat). Sejumlah jajak pendapat mengenai elektabilitas kedua calon telah bermunculan. Mayoritas hasilnya menunjukkan Trump tertinggal oleh Biden.

Trump memang tengah menuai banyak kritik di internal AS. Dia dianggap tak berhasil menangani pandemi Covid-19 di Negeri Paman Sam. Saat ini AS merupakan negara dengan kasus dan jumlah kematian tertinggi akibat virus korona. Selain itu, baru-baru ini Trump disorot karena dinilai tak memberikan simpati terhadap gerakan antirasialis "Black Lives Matter".

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement