Rabu 29 Jul 2020 04:33 WIB

Pendeta Ortodoks: Turki Membuat Hagia Sophia Terhormat Lagi!

Orang Turki justru terbukti melindungi Hagia Sophia dengan hormat.

Shalat Subuh berjamaah yang membludak di Hagia Sophia
Foto: google.com
Shalat Subuh berjamaah yang membludak di Hagia Sophia

REPUBLIKA.CO.ID, -- "Jika orang-orang Turki tidak melindungi Hagia Sofia, itu akan sudah roboh sejak lama! Mungkin kalau yang berkata seorang Muslim atau ulama, tidak aneh. Namun, pernyataan seperti ini ditegaskan seorang imam Ortodoks Yunani. Ini jelas mengejutkan.

Dia adalah Evangelos Papanikolaou, seorang pendeta Kristen Orthodoks Yunani, Teolog, Misionaris dan Profesor di bidang Fisiologi. Dia juga seorang imam di Gereja Analipseos di Rafina dekat Athena.

Dia mengatakan dalam sebuah pidato bahwa orang-orang Turki melindungi banyak gereja di Yunani dan tidak menutupnya.

“Siapa yang akan melindungi bangunan besar seperti Hagia Sofia? Orang-orang Turki melakukannya,” katanya seperti dikutip Anadolu Agency (aa.com.tr).

Papanikolaou selanjutnya mengatakan hal ini seraya menambahkan bahwa orang-orang Turki tidak pernah menutup gereja di Kreta. Dan ini sama sekali beda dengan apa yang dilakukan Yunani.

Namun, "Sebaliknya banyak biara dan gereja ditutup di Yunani atas perintah Raja Otto I,” katanya, merujuk pada seorang pangeran Bavarian Katolik yang dinyatakan sebagai raja Yunani pada tahun 1832.

Kala itu dinasti raja Othonas menolak untuk mengadopsi Ortodoksi. Mereka tetap menganggap kepercayaan Kristen Ortodoks tetap sebagai bidat di mata penduduk Yunani.

Papanikolaou mengatakan, orang-orang dapat mempraktikkan agama mereka di bawah pemerintahan Turki di Yunani.

"Itulah sebabnya orang [Bizantium] mengatakan," Saya lebih suka melihat turban Turki daripada mitra Latin". Saya ingin melihat tidak satu pun dari mereka, tetapi jika saya harus membuat keputusan, saya lebih suka Turki, "katanya.

Ungkapan terkenal "Saya lebih suka melihat sorban Turki di tengah-tengah Kota (yaitu, Konstantinopel) daripada mitra Latin" mencerminkan penderitaan umat Kristen Ortodoks di tangan umat Katolik setelah Skisma Besar Kekristenan pada 16 Juli 1054.

Papanikolaou melanjutkan dengan mengatakan bahwa banyak wisatawan mengunjungi Hagia Sofia dengan pakaian yang tidak pantas saat menjadi museum. Tetapi, mulai sekarang mereka akan melepas sepatu mereka dan mengenakan gaun panjang dan jilbab sesuai dengan aturan pakaian di tempat ibadah.

"Bukannya itu tanda hormat?" dia bertanya secara retoris.

"Mungkin kita perlu menganggap ini bukan sebagai kutukan tetapi koreksi," katanya merujuk pada pemulihan status Hagia Sophia oleh Turki sebagai masjid.

Pada 24 Juli, salat Jumat di Masjid Agung Hagia Sophia menandai tindakan ibadah pertama di sana dalam 86 tahun. Sekitar 350.000 Muslim ikut serta dalam sholat Jumat di dalam dan di luar masjid bersejarah di Istanbul, kota metropolis terbesar di Turki.

Pada 10 Juli, pengadilan Turki membatalkan dekrit Kabinet 1934 yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum. Keptusan ini membuka jalan untuk penggunaannya sebagai masjid.

Hagia Sophia menjadi gereja selama 916 tahun hingga penaklukan Istanbul, dan sebuah masjid dari tahun 1453 hingga 1934 - hampir 500 tahun - dan yang terbaru sebagai museum selama 86 tahun.

Pada tahun 1985, selama menjadi museum, Hagia Sophia ditambahkan ke Daftar Warisan Dunia UNESCO.

Selain menjadi masjid, Hagia Sophia juga merupakan salah satu tujuan wisata utama Turki dan akan tetap terbuka untuk pengunjung domestik dan asing. Dan tak hanya soal Jumat yang dihari jamaah hingga membludak, kini shalat Subuh berjamaah di sana juga diikuti jamaah yang sama banyak.

Hagia Sophia kini kembali terhormat dan satu-satunya masjid di dunia di mana lambang ikon Kristiani dan Islami berada di dalam satu bangunan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement