Senin 27 Jul 2020 22:44 WIB

Libya, Negeri Islam yang Ramah dan Berbudaya, Kini?

Libya adalah negara mayoritas Muslim yang kuat pegang budaya.

Libya adalah negara mayoritas Muslim yang kuat pegang budaya. Ilustrasi Muslim Libya.
Foto: AP
Libya adalah negara mayoritas Muslim yang kuat pegang budaya. Ilustrasi Muslim Libya.

REPUBLIKA.CO.ID, Libya adalah negara yang kekaya dengan budaya dan warisan sejarah. Namun, konflik saudara telah menyebabkan banyak perubahan konstelasi sosial di negara di Benua Afrika itu. 

Budaya Libya adalah campuran dari berbagai budaya lainnya, karena eksposur ke banyak era sejarah. Budaya melibatkan akar di Berber, Afrika, budaya Turki dan Muslim. Libya juga bagian dari koloni Italia selama sekitar tiga dekade, sehingga budaya Libya juga dipengaruhi pada budaya Italia. Libya telah berhasil menjaga budaya rakyat tradisional yang masih bertahan hingga saat ini.  

Baca Juga

Warga Libya memiliki sifat memberi dan ramah. Berdasarkan survei yang dilakukan, hampir 72 persen warga Libya bersedia membantu orang lain. Walaupun mereka tidak mengenal orang tersebut.

Ada beberapa bioskop atau galeri seni sebagai represi budaya di bawah rezim Qaddafi. Namun, pada masa ini kurangnya pembangunan infrastruktur sehingga galeri tidak terawat. Selama bertahun-tahun tidak ada teater publik, dan hanya sedikit bioskop menampilkan film-film asing .

Kendati demikian, tradisi budaya rakyat masih hidup dan baik. Yakni dengan adanya pertunjukan musik dan tari di festival, baik di Libya maupun luar negeri.

Kontrol pemerintah atas media, mengakibatkan banyak penduduk lebih memilih untuk menghibur diri dengan menonton video atau stasiun asing melalui satelit. Program televisi Libya sebagian besar dalam bahasa Arab dengan siaran berita 30 menit setiap malam dalam bahasa Inggris dan Prancis.

Namun, sebagian besar pemrograman budaya menampilkan lebih banyak musik tradisional Libya dan hiburan. Sejumlah stasiun TV menayangkan berbagai gaya musik tradisional. Tuareg musik dan tari yang populer di Ghadames dan selatan, dan tarian tradisional di Bayda pada 1976.

Selain menampilkan tarian tradisional, warga Libya juga mengunjungi situs arkeologi Libya. Terutama situs Leptis Magna, yang dianggap sebagai salah satu situs arkeologi Romawi terbaik di dunia.

Mike Donkin dalam "Libya's tourist treasures" menerangkan ibu kota Libya, Tripoli, memiliki banyak museum dan arsip. Seperti Perpustakaan Pemerintah, Museum Etnografi, Museum Arkeologi, Arsip Nasional, Museum Epigrafi dan Museum Islam. The Red Castle Museum yang terletak di ibukota dekat pantai dan tepat di pusat kota, dibangun dalam konsultasi dengan UNESCO.

Saat ini, di Libya modern, orang tidak terlalu sering mengenakan pakaian tradisional , terutama perempuan, kecuali para perempuan tua Libya, yang masih mematuhi tradisi. Gaun yang normal termasuk busana modern internasional yang telah menyebar keluar dari Dunia Barat. Perempuan di Libya berpakaian sopan dan kebanyakan dari mereka memakai Hijab.

Pakaian tradisional sekarang terbatas pada acara-acara khusus. Laki-laki yang lebih sering memakainya. Mereka mengenakannya pada saat pelaksanaan sholat Jumat, Idul Fitri dan pernikahan. Meskipun pakaian sedikit berbeda dari satu daerah ke daerah lain, pakaian laki-laki Libya cenderung mirip di seluruh Libya.

Ini terdiri dari kemeja putih panjang 'Jalabiya' atau 'qamis', celana panjang  'Sirwal' dan rompi yang disebut 'Sadriya' yang biasanya dirajut dengan sutra hitam Pria juga memakai hiasan kepala yang disebut 'shashiyah' yang biasanya merah atau hitam. Pria di Tripolitania lebih mengenakan shashiyah hitam sedangkan laki-laki di Cyrenaica memakai keduanya.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement