Selasa 28 Jul 2020 06:25 WIB

Apakah Meninggal karena Covid-19 Termasuk Syahid?

Pandemi yang terjadi hari ini tak lepas dari takdir Allah.

Sahabat Nabi yang meninggal karena wabah penyakit (Ilustrasi).
Foto: Dok Republika.co.id
Sahabat Nabi yang meninggal karena wabah penyakit (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wabah Covid-19 di Indonesia sampai hari ini masih menunjukkan tren kasus positif yang terus naik dan belum ada tanda-tanda akan hilang. Korban jiwa setiap hari pun terus terjadi. Lantas, apakah benar orang yang meninggal terkena wabah penyakit berstatus mati syahid?

KH Alawy Aly Imron dari Pondok Pesantren Nuur Al-Anwar Lamongan, Jawa Timur, mengatakan, pandemi yang terjadi hari ini tak lepas dari takdir Allah. Wabah yang terjadi saat ini, juga pernah terjadi sejak zaman dulu. Rasulullah Muhammad SAW, kata dia, juga telah mengingatkan bagaimana menyikapi sebuah wabah. 

“Bagi orang yang menyikapi ini dengan baik, maka akan mendapatkan mati syahid,” kata Gus Awy, sapaan akrabnya, saat webinar yang diselenggarakan Technoe Institute, beberapa waktu lalu.

Gus Awy menjelaskan, mati syahid termasuk peringkat kematian yang sangat tinggi. Karena sangat tinggi, kata dia, maka tidak gampang untuk memperolehnya. Syahid didapat setelah melakukan upaya pencegahan, bukan meremehkannya. Orang yang kena wabah karena kecerobohannya tak bisa mendapat derajad kematian syahid.

Menurut murid Sayyid Muhammad Al-Maliky ini, yang harus dilakukan dengan baik sesuai syariat di masa pandemi ini adalah menghindari terkena paparan wabah itu. Jika ada orang terpapar Covid-19, setelah berusaha menghindar sebaik-baiknya, atau karena tugas dia menolong proses penyembuhan orang yang terkena Covid-19, lalu orang itu meninggal sebab Covid-19 tadi, maka dia meninggal dalam keadaan syahid.

Secara umum, lanjut Gus Awy, cara menghindari wabah adalah dengan menjaga kesehatan, memakai masker, physical distancing serta menghindari kerumunan. Sebab, menurut dia, sikap menghadapi wabah itu bukan dengan dilawan, tapi dihindari. Bagi yang sudah terpapar virus corona, maka harus diobati semampunya.

Gus Awy menambahkan, upaya pencegahan bisa dilakukan siapa saja dan di mana saja, termasuk sekolah maupun pondok pesantren. Menggunakan masker hingga face shield, merupakan bagian dari usaha menghindari wabah. 

“Dalam menyikapi pandemi seperti ini adalah kita mengikuti dawuh kanjeng Nabi (Muhammad SAW),” ujar pria yang belajar selama 10 tahun di Makkah ini.

Dalam diskusi yang sama, Ketua RMI PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin mengajak semua pihak membantu pesantren agar mengikuti protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 secara ketat. Upaya ini harus dilakukan semua stakeholder, dari orang tua santri, santri itu sendiri hingga pihak pondok pesantren.

“Termasuk juga masyarakat. Saya memohon pesantren dibantu mengampanyekan protokol kesehatan. Kampanye besar-besaran yang melibatkan semua orang. RMI PBNU sudah menyiapkan protokol pencegahan dan rawat Covid-19,” ujar Gus Rozin.

Ahli Mikrobilogi dari Technoe Institute, Nur Hidayah, mengatakan, virus secara alami maupun rekombinan ada di muka bumi. Meskipun dalam suatu daerah atau negara sudah tidak ada laporan infeksi atau nol kasus positif, virus tetap ada di muka bumi. Virus tersebut tidak hilang.

“Yang menyebabkan nol kasus tersebut bukan karena ketiadaan virus, tetapi kesehatan manusia atau imunitas manusia yang semakin baik dan kuat terhadap serangan penyakit,” ujar alumnus Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Direktur Eksekutif Techno Institute, Ardy Maulidy Navastara, mengatakan, serial webinar ini sebagai bagian dari upaya Technoe Institute untuk mengedukasi masyarakat dalam menyikapi pandemi Covid-19. “Semoga semua bisa menjadi sumbangsih yang bermanfaat dari kami untuk masyarakat,” kata dosen ITS Surabaya ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement