Senin 27 Jul 2020 12:55 WIB

Solusi Kisruh Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Muhammadiyah, NU, dan PGRI mundur dari POP.

Raden Ridwan Hasan Saputra menjadi pembicara dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta se-Kota Depok.
Foto: Dok istimewa
Raden Ridwan Hasan Saputra menjadi pembicara dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta se-Kota Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Hasan Saputra*

Mundurnya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dari program organisasi penggerak (POP) membuat banyak kalangan bertanya, ada apa dengan POP? Ketiga ormas ini, mempunyai jejak sejarah kuat dan tak terbantahkan dalam bidang pendidikan. Sehingga ketidakhadiran ketiganya menunjukkan kurangnya legitimasi POP.

Banyak alasan disampaikan pimpinan ketiga ormas ini sehingga mundur. Di antara alasannya, adanya lembaga CSR, adanya lembaga yang tidak jelas kiprah nya di dunia pendidikan, mekanisme seleksi yang tak jelas, dan banyak lagi alasan yang tidak bisa dituliskan di sini.

 

Penulis memahami, mundurnya Muhammadiyah, NU, dan PGRI dari POP. Karena sangat tidak pantas ketiga ormas ini dibandingkan dengan ormas-ormas yang mungkin baru dibentuk, belum lama, dan belum teruji sejarah.

Penulis pun memandang wajar kenapa Mendikbud Mas Nadiem Makarim, sampai lupa menempatkan Muhammadiyah, NU, dan PGRI pada posisi berbeda dengan lembaga lain. Sebab, beliau lama mengenyam pendidikan di luar negeri.

Sehingga intuisi untuk mengistimewakan Muhammadiyah, NU, dan PGRI belum kuat. Semoga dengan kasus ini, Mas Nadiem bisa lebih mengenal ketiga organisasi itu yang berjuang di bidang pendidikan sejak sebelum dan di awal Indonesia merdeka.

Hasil seleksi yang menuai kontroversi ini, sebenarnya bukan salah Mas Nadiem, tetapi karena lemahnya eksekutor di Kemendikbud. Mungkin karena di-Plt-kannya para pejabat eselon I dan eselon II sehingga peja bat yang baru belum mumpuni untuk melakukan eksekusi ide-ide Mas Nadiem. Hal ini masih wajar karena para pejabat baru ini masih dalam masa adaptasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement