Ahad 26 Jul 2020 13:09 WIB

Muhammadiyah Pertanyakan Maksud Evaluasi POP

Kemendikbud harus melakukan seleksi organisasi penggerak dengan lebih ketat. 

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Kasiyarno.
Foto: Republika/Erik Iskandarsjah Z
Kasiyarno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno mempertanyakan maksud evaluasi Program Organisasi Penggerak (POP) yang akan dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dia khawatir, meskipun evaluasi dilakukan, tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap program yang akan dijalankan.

"Kemarin kan ada janji menteri yang mengatakan bahwa organisasi yang sudah terpilih, jangan khawatir ini akan berlanjut. Ini maksudnya apa? Apakah organisasi yang sudah diputuskan akan tetap diberi tugas atau bagaimana?" kata Kasiyarno, dihubungi Republika, Ahad (26/7).

Dia menilai, banyak organisasi yang lolos seleksi tidak berhak mendapatkan bantuan dari program ini. Program yang dinilainya tidak relevan juga turut mendapatkan bantuan dari pemerintah.

"Kalau saya mestinya itu keputusannya direvisi dulu. Dipilih yang memang betul-betul berhak, kemudian baru ada revisi tentang sistem," kata dia lagi.

Kasiyarno mengusulkan, Kemendikbud harus melakukan seleksi organisasi penggerak dengan lebih ketat. Ia mengatakan, organisasi yang boleh mengajukan kategori gajah, macan, dan kijang harus memiliki kriteria khusus. Usia sebuah organisasi dan rekam jejak juga menjadi penting.

Selain itu, penting juga agar organisasi bersangkutan pernah diaudit oleh kantor akuntan publik. Sebab, organisasi yang bersangkutan akan menjalankan program-program menggunakan dana berkaitan dengan APBN.

"Kalau dia belum pernah, ya repot. Maka dibuktikan dengan dia punya audit keuangannya," ujar Kasiyarno.

Selanjutnya, dari segi staf di organisasi juga harus diperhitungkan. Sebab, jika dari segi stafnya saja tidak memadai, Kasiyarno meragukan, akan adanya sumber daya manusia yang cukup baik untuk menjalankan program dengan dana bersumber dari pemerintah.

"Kemudian berapa frekuensi mengerjakan program yang sifatnya nasional. Kerja sama dilakukan mana saja, sudah pernah dengan pemerintah atau belum. Mungkin syaratnya apakah organisasi itu punya satuan pendidikan. Itu perlu juga," kata dia lagi.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement