Jumat 24 Jul 2020 21:24 WIB

50 Persen Gangguan Mental Saat Dewasa Bermula di Masa Kecil

Masalah kesehatan mental yang tak teratasi di masa anak bisa berlanjut hingga dewasa.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Anak depresi (ilustrasi). Setengah dari masalah gangguan mental yang dialami oleh orang dewasa terbentuk sebelum berusia 14 tahun.
Foto: Boldsky
Anak depresi (ilustrasi). Setengah dari masalah gangguan mental yang dialami oleh orang dewasa terbentuk sebelum berusia 14 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan mental yang dialami oleh anak terkadang diabaikan dan dianggap remeh oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal, 50 persen dari masalah gangguan mental yang dialami oleh orang dewasa terbentuk sebelum berusia 14 tahun.

"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 mengeluarkan pernyataan bahwa separuh dari masalah kesehatan mental yang dialami orang dewasa sudah terbentuk sejak sebelum dia berumur 14 tahun," ungkap psikolog anak dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Annelia Sani Sari dalam webinar yang diselenggarakan Halodoc dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, Kamis (23/7).

Baca Juga

Gangguan mental pada anak, khsusunya usia remaja, merupakan permasalahan serius yang memerlukan perhatian lebih. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa 14 persen anak remaja di negara berkembang berpikiran untuk bunuh diri. Bunuh diri merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di dunia pada kelompok anak berusia 15-19 tahun.

Di Indonesia, gangguan mental emosional remaja juga tampak mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi gangguan mental emosional remaja usia di atas 15 tahun meningkat menjadi 9,8 persen dari yang sebelumnya 6 persen pada 2013.

Annelia mengatakan, masalah kesehatan mental yang tak teratasi di masa anak, bisa berlanjut hingga anak tersebut beranjak dewasa. Kemungkinan perbaikan atau kesembuhan kelompok ini akan lebih kecil dibandingkan orang dewasa yang baru mengalami masalah kesehatan mental di usia dewasa.

"Dampaknya akan semakin berat saat dewasa, bila tidak diatasi sejak anak-anak," jelas Annelia.

Saat ini, penyebab kematian terbanyak di Indonesia adalah penyakit kardiovaskular. Akan tetapi, gangguan mental menyebabkan angka years lived with disability (YLDs) yang jauh lebih besar dibandingkan penyakit kardiovaskular. YLDs merupakan gambaran mengenai tahun yang hilang akibat kesakitan atau kecacatan.

Berdasarkan Riskesdas 2018, penyakit kardiovaskular memiliki angka YLDs sebesar 4,1. Di sisi lain, gangguan mental memiliki angka YLDs sebesar 13,4.

"Itu kenapa penting sekali buat kita fokus dan perhatian pada masalah kesehatan anak," ujar Annelia.

Annelia mengatakan, masalah kesehatan mental anak tak hanya membutuhkan perhatian dari orang tua atau keluarga saja. Semua pemangku kepentingan dinilai perlu memberikan dukungan untuk masalah kesehatan mental anak sesuai perannya masing-masing.

Kesehatan mental anak yang terjaga dengan baik tak hanya dapat menjauhkan anak dari risiko gangguan mental yang lebih berat di saat dewasa. Kesehatan mental yang terjaga dengan baik juga memungkinkan anak untuk memiliki sejumlah karakter positif.

Salah satu karakter tersebut adalah dapat beradaptasi dengan berbagai keadaan. Kemampuan adaptasi merupakan hal yang penting untuk dimiliki untuk bisa menghadapi tantangan dalam hidup, seperti pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi.

Karakter positif lain yang mungkin dimiliki adalah dapat menjaga hubungan baik dan dapat menghadapi stres dengan baik. Kesehatan mental yang terjaga juga memungkinkan anak untuk mampu bangkit dari keadaan sulit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement