Jumat 24 Jul 2020 21:07 WIB

Rezim Sisi Mesir dan Otoritas Al-Azhar Sedang tak Harmonis?

Presiden Mesir dan Al-Azhar dikabarkan tengah tak mesra.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
 Presiden Mesir dan Al-Azhar dikabarkan tengah tak mesra.  Suasana Masjid Al-Azhar yang terletak di kawasan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.   (Republika/Agung Supriyanto)
Presiden Mesir dan Al-Azhar dikabarkan tengah tak mesra. Suasana Masjid Al-Azhar yang terletak di kawasan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,  KAIRO -- Presiden Mesir, Abdul Fattah al-Sisi dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmad al-Tayeb pernah menyampaikan permintaan resmi kepada seluruh pejabat Mesir untuk berkumpul dan bersama memperingati Milad Nabi Muhammad SAW pada 19 November tahun lalu.

Dalam sambutannya, Tayeb mengecam seluruh pihak yang masih mempertanyakan keaslian hadits, karena menurut pria bernama lengkap Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyib itu hadits merupakan dasar dari banyak hukum Islam.

Baca Juga

"Walaupun Alquran memiliki derajat yang lebih tinggi dalam dasar hukum Islam, karena jelas berisi pernyataan hukum yang jauh lebih sedikit, dan terkadang terlalu umum daripada hadis," ujar Pimpinan Tertinggi Institut Al-Azhar Kairo, Mesir itu yang dikutip di Qantara, Jumat (24/7).

"Tidak mengherankan, karena hadits terdiri dari sunnah, atau praktik nabi dan komunitas awal yang memberi nama Islam Sunni. Hanya sedikit Muslim Mesir yang saleh yang tidak setuju untuk menghormati kepemimpinan moral dan religius Al-Azhar," sambungnya.

Namun secara tiba-tiba Sang Presiden Mesir bangkit, dan berkomentar tanpa teks yang sudah dia siapkan. 

Sisi secara tidak langsung menegur Tayyeb dengan tegas atas  perkataannya. Sisi tidak mempertanyakan keaslian hadis, tetapi dia menolak pembahasan masalah ini.

Menurutnya, ancaman yang sebenarnya, bukan berasal dari mempertanyakan keaslian hadits, tetapi dari interpretasi sesat itu sendiri terhadap agama.

"Dilema di seluruh dunia saat ini bukan tentang mengikuti sunnah atau tidak. Ini tentang pemahaman yang salah tentang agama kita," kata Sisi.

"Apakah mereka yang menyerukan untuk meninggalkan sunnah lebih salah daripada mereka yang salah menafsirkan agama kita?" tambahnya.

Perbedaan pendapat serta keputusan sang Presiden untuk berdiri dan menentang sang Imam dipandang tidak wajar. Di satu sisi, perselisihan itu mengandung kepentingan politik. Peristiwa tak biasa ini sontak meledak dan menyedot perhatian publik, ditambah ketika presiden berusaha mengkonsolidasi kekuasaannya atas negara dan masyarakat Mesir.

Jika menilik kondisi Mesir saat ini, berapapun luasnya, ternyata telah terkontaminasi bahkan didominasi campur tangan lembaga kepresidenan. Lembaga, bahkan tokoh negara yang sebelumnya independen, kini telah kehilangan pijakan.  

Namun Al-Azhar dan sektor agama tetap mempertahankan suara yang independen. Tayeb juga memiliki konsistensi yang mau mendukungnya. Jutaan lulusan lembaga pendidikan Al-Azhar, anggota persaudaraan sufi dan suku-suku Mesir selatan yang terkait dengan imam besar dan anggota masyarakat agama yang diasingkan oleh kekerasan rezim 2013, semua akan bersatu bukan untuk menantang rezim tetapi untuk mempertahankan integritas Tayeb dan posisinya.

"Namun rezim memiliki banyak alat, salah satunya media. Sehingga ketika para cendekiawan Al-Azhar mengeluarkan pendapat mereka tentang kontroversi agama dalam bentuk pernyataan, media dapat diberitahu untuk mengabaikan atau menghapus liputan ini," tulis Nathan J. Brown dan Cassia Bardos, dalam artikelnya yang dikutip di Qantara.

"Ini terjadi baru-baru ini, setelah Dewan Ulama Senior Al-Azhar secara terbuka menyerang rancangan undang-undang Tunisia yang memberikan kesetaraan dalam pewarisan kepada pria dan wanita, dan menyebutnya sebagai mewakili pelanggaran teks-teks agama yang sangat jelas. Media pro-rezim di Mesir mungkin telah diberitahu untuk tidak melaporkan pernyataan tersebut," sambungnya.

Tak hanya media, angkatan bersenjata Mesir baru-baru ini juga menyelenggarakan seminar kesepuluh untuk siswa Al-Azhar, yang dilaporkan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa sekolah dan mahasiswa tentang tindakan heroik angkatan bersenjata untuk menghilangkan terorisme.

"Karena itu, bagi rezim Sisi, yang dipersenjatai dengan baik, imam besar Al-Azhar mungkin dianggap mengganggu, tetapi dia tidak mengancam," tulisnya. 

Sumber:  https://en.qantara.de/content/president-sisi-and-al-azhar-wresting-religious-authority-from-the-grand-imam

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement