Jumat 24 Jul 2020 14:42 WIB

Kejari Bogor Buru Aset Korupsi Dana Bos Senilai Rp 17,2 M

Pengembalian dana BOS hasil korupsi baru Rp 75 juta.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Ilham Tirta
Tim penyidik Kejari Kota Bogor sedang memeriksa sejumlah berkas terkait penyelewengan dana BOS di Kantor Disdik Kota Bogor, Kamis (16/7).
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Tim penyidik Kejari Kota Bogor sedang memeriksa sejumlah berkas terkait penyelewengan dana BOS di Kantor Disdik Kota Bogor, Kamis (16/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor kembali menetapkan enam tersangka baru kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Sekolah Dasar (SD) se-Kota Bogor. Saat ini, Kejari tengah memburu aset para tersangka atas kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 17,2 miliar.

"Yang jelas kita akan cari aset sebanyak-banyaknya untuk mengembalikan kerugian negara," kata Kepala Kejari Kota Bogor, Bambang Sutrisna dikonfirmasi Jumat (24/7).

Secara keseluruhan, telah ada tujuh tersangka yang ditahan. Satu tersangka berinisial JRR berperan sebagai penyedia jasa percetakan kertas ujian tengah semester (UTS), try out, dan ujian kenaikan kelas tingkat SD se-Kota Bogor ditetapkan pada Senin (13/7). Enam tersangka baru ditetapkan, yakni BS, GN, DD, SB, WH, dan DJ ditetapkan pada Kamis (23/7).

Keenamnya merupakan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) pada tahun 2017 sampai 2019 yang tersebar di enam kecamatan di Kota Bogor. Bahkan, sebagian masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara, sisanya merupakan mantan ASN yang telah pensiun.

Bambang menuturkan, pihaknya telah memperoleh pengembalian dana hasil korupsi sebesar Rp 75 juta. Selain itu, Kejari Kota Bogor juga menyita dokumen terkait perkara, mobil Avanza Veloz, dan handphone genggam milik tersangka dari K3S.

Bambang menjelaskan, para pelaku telah berkoordinasi aktif melalui handphone genggam. "Kami sudah menyita Hp, melalui Hp mereka berkomunikasi aktif sekali antara penyedia dan K3S," katanya.

Bambang mengatakan, kejanggalan kasus itu bermula dari Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKHS). Seharusnya, RKHS dibuat oleh sekolah dasar dengan melibatkan komite sekolah dan dewan guru. Namun, K3S mengambil alih kegiatan itu dan bekerja sama dengan JRR selaku penyedia percetakan naskah soal.

Bambang mengatakan, nilai kontrak kegiatan tersebut pada 2017 sampai 2019 senilai Rp 22 miliar. Padahal, berdasarkan hitungan harga normal menurut ahli hanya sebesar Rp 4,4 miliar ditambah kegiatan lain Rp 494 juta. Artinya, terdapat kerugian negara mencapai Rp17,2 miliar.

Sekertaris Daerah Kota Bogor Ade Sarip Hidayat mengapresiasi upaya kejari dalam mengusut tuntas penyelewengan dana BOS tersebut. Ade berharap, kasus ini dapat menjadi pelajaran bersama agar tak kembali terulang kemudian hari.

"Berharap ini menjadi pembelajaran bersama karena dana BOS itu ada rujukannya, ada aturan, harus dimanfaatkan sesaui ketentuan," kata Ade.

Ade mengaku telah terjun untuk mengurusi bidang pendidikan selama hampir 28 tahun. Ia telah mengetahui seluk beluk bidang pendidikan. Karena itu, ia meminta inovasi tak dijadikan alasan dapat menyelewengkan anggaran.

"Saya sudah minta ke Kelapa Dinas (Pendidikan) untuk melakukan evaluasi. Kalau perlu nanti untuk kepentingan perbaikan. Karena pendidikan itu ibu kandung kehidupan yang sangat menentukan generasi bangsa ke depan," jelas Ade.

Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto meminta agar Kejari Kota Bogor terus mendalami kasus tersebut hingga ke tersangka lainnya. Proses hukum, kata dia, harus tetap dijalankan secara objektif tanpa ada kepentingan lain.

"Mudah-mudahan semua proses yang berjalan ini bisa objektif dan bisa memberikan efek jera bagi para pengguna anggaran, baik dana BOS, anggaran dari APBD maupun anggaran yang lain," ungkap Atang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement