Jumat 24 Jul 2020 11:57 WIB

Pelaku Usaha Diminta tak Lagi Ribut Harga Nikel

Pelaku usaha harus mematuhi PM ESDM 11 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta para pelaku usaha nikel, baik penambang maupun industri pemurnian untuk tidak ribut ribut masalah harga nikel.
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta para pelaku usaha nikel, baik penambang maupun industri pemurnian untuk tidak ribut ribut masalah harga nikel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta para pelaku usaha nikel, baik penambang maupun industri pemurnian untuk tidak ribut ribut masalah harga nikel. Sebab, pemerintah sudah menetapkan Harga Patokan Mineral (HPM).

Deputi VI Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto menjelaskan Menko Luhut meminta seluruh pelaku usaha harus mematuhi Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara. Aturan tersebut dibuat untuk memberikan keadilan terhadap penambang dengan smelter. 

“Pemerintah di sini berposisi sebagai wasit, tidak akan berpihak kepada siapapun. Namun kami minta seluruh pelaku usaha, baik penambang maupun smelter, untuk patuh terhadap aturan yang sudah ditetapkan dan disepakati bersama. Kalau ada yang tidak mau patuh, pemerintah akan menyiapkan sanksi tegas mulai dari peringatan, pemotongan ekspor bahkan sampai pencabutan izin,” ujar Seto, Jumat (24/7).

Sanksi terhadap pihak-pihak yang tidak mematuhi aturan terkait Harga Patokan Mineral (HPM) bisa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha atau pemotongan ekspor, hingga pencabutan Izin Usaha. Pemberian sanksi harus didukung oleh seluruh K/L termasuk dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

Tujuan penetapan aturan mengenai HPM sendiri adalah untuk menciptakan keseimbangan antara penambang dan pengusaha smelter, terutama mendorong good mining practices namun tetap menjaga daya saing industri hilirisasi di Indonesia. Selain itu juga untuk mengoptimalkan potensi pendapatan pajak di Indonesia. 

Pengaturan tata niaga nikel domestik yang mengacu pada HPM tidak ditetapkan secara sepihak, karena merupakan hasil dari diskusi dan kesepakatan bersama dengan para pelaku usaha dan pemangku kebijakan sektor mineral, khususnya nikel. Pihak yang terlibat diantaranya adalah penambang nikel yang diwakili APNI, serta perusahaan pertambangan dan perusahaan smelter yang diwakili AP3I. 

Meskipun demikian, masih tetap ada praktik di lapangan yang berjalan tidak sesuai dengan aturan yang sudah disepakati tersebut. Mekanisme pasar tidak berjalan dengan baik meskipun relaksasi kebijakan ekspor sudah diberlakukan, karena harga bijih nikel domestik tetap rendah. 

Oleh karena itu, Menko Luhut minta koordinasi yang baik antara Kemenko Marves, Kementerian ESDM, Kemenperin dan BKPM melalui Satuan Tugas yang akan dibentuk untuk memastikan  implementasi aturan mengenai HPM di lapangan. Satgas tersebut juga akan secara rutin mengevaluasi dan berwenang untuk memberi sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melanggar dan tidak mengikuti aturan.

 “Pemerintah tidak akan berkompromi mengenai larangan ekspor bijih nikel. Hal itu merupakan amanat Undang-Undang. Keadilan harus ditegakkan baik kepada seluruh pelaku usaha, oleh karena itu kami minta semua pihak untuk patuh terhadap aturan. Hal ini saya kira sangat sederhana, sangat clear. Tinggal semua pihak mengeksekusi,” tegas Seto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement