Kamis 23 Jul 2020 17:14 WIB

Ta 'aruf dengan Klepon, tak Kenal Maka tak Islami

Kue klepon terekam dari cerita rakyat martapura.

Klepon Blueberry
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Klepon Blueberry

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Devan Firmansyah (Kopi Soda), Admin Komunitas Jelajah Jejak Malang

Tepat pada Selasa, 21 Juli 2020, media sosial Twitter digegerkan dengan sebuah postingan meme yang disebar oleh akun @memefess, yang bertuliskan “Klepon Tidak Islami: Yuk tinggalkan jajanan yang tidak Islami dengan cara menjadi jajanan Islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami … Abu Ikhwan Aziz”. Tidak mengherankan setelah cicitan itu diunggah, cicitan “klepon” (31,1K cicitan) dan “Abu Ikhwan Aziz” (1,205 cicitan) langsung menjadi trending di Twitter.

Baca Juga

Tidak jelas pula apakah postingan itu hanya mencari sensasi agar ramai di lini masa Twitter atau memang benar ada toko kurma dengan nama Abu Ikhwan Aziz yang memang menuliskannya demikian. Akan tetapi ada baiknya kita menggali asal usul kue ini dari tradisi lisan, apakah benar akhlak kue ini memang tidak Islami atau malah sebaliknya. Simak ulasan berikut ini.

Klepon terbuat dari tepung beras ketan yang diadoni, lalu dibentuk bulat-bulat kecil, diisi gula merah, kemudian direbus dalam air mendidih. Setelah matang ditiriskan, lalu digelindingkan pada parutan kelapa muda.

Klepon juga dapat kamu jumpai pada penjual jajanan pasar. Selain dari beras ketan, klepon dapat dibuat dari bahan lain seperti ubi ungu, hasilnya menjadi klepon ubi ungu. Varian lain selain gula merah, isian klepon juga dapat diganti dengan bahan lain, misalnya cokelat, keju, dan susu.

Secara etimologi linguistik, jika kita cermati, kata “klepon” adalah bentuk perubahan bunyi. Kata klepon jelas bukan bentuk asli dari pengucapan kata itu. Harusnya ia berasal dari kata “kalapun”. Dalam pengucapan lidah orang Jawa huruf vokal “a” sebelum konsonan biasanya lesap dan dibaca “ê” (dibaca ‘e’, pada ‘lelah’). Sedangkan huruf vokal “u” ketika bertemu huruf konsonan bisanya dibaca “o” (misalnya, mulih=pulang, dibaca moleh). Sehingga perubahannya demikian “kalapun” menjadi “kelepon”. Kemudian huruf “e” setelah huruf konsonan menjadi lesap lesap atau luluh (misalnya, tegal=ladang diucapkan tgal), maka kata “kelepon” diucapkan menjadi ? “klepon”.

Akar kata/bunyi klepon secara linguistik di atas telah kita ketahui, akan tetapi hal ini belum manjawab permasalahan kita darimana kata ini berasal. Setelah melakukan studi pustaka di dunia maya karena keterbatasan literatur, penulis menemukan sebuah artikel yang sangat menarik. Artikel itu berjudul “Asal Mula Kue Kelepon” di tulis oleh Dina Yulinda, alumni Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Pendidikan (FKIP) Sejarah Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (2005-2009).

Artikel di atas adalah hasil literasi untuk mengabadikan cerita rakyat lisan dari Kota Martapura di Provinsi Kalimantan Selatan. Artikel itu diunggah pada laman blog pribadi Dina Yulinda di www.dinayulinda.wordpress.com, pada 12 Juni 2008 (diakses 22/07/2020: 09.29 WIB), dan telah banyak di copy paste di banyak laman-laman internet. Berikut ini kami lampirkan rangkuman singkat mengenai cerita rakyat Kota Martapura mengenai asal usul dari panganan klepon yang sedang viral tersebut.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement