Rabu 22 Jul 2020 23:13 WIB

Kitab Dalailu Al-Khairat Temani Jihad Para Raja Islam Melayu

Kitab Dalailu Al-Khairat diajarkan secara turun menurun di pesantren.

Kitab Dalailu Al-Khairat diajarkan secara turun menurun di pesantren. Ilustrasi mengaji kitab di pesantren.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kitab Dalailu Al-Khairat diajarkan secara turun menurun di pesantren. Ilustrasi mengaji kitab di pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, Kitab Dala'ilu al-Khairaati wa Syawariqu al-Anwari fi Dhikrishsholati 'alannabiyyi al-Mukhtar dikarang Abu Abdullah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli. Muhammad al-Jazuli berasal dari Kota Jazulah, Maroko. Kitab ini diajarkan secara turun menurun di kalangan umat Islam Nusantara, bahkan hingga sekarang. 

Dalam Kitab Tuhfat al-Nafis yang dikarang Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji antara tahun 1866 dan 1872, yang diedit Virginia Matheson (1982) dikisahkan bahwa Yang Dipertuan Muda Raja Haji Kerajaan Riau dalam masa memimpin pertempuran melawan Vereenigde Oost-Indishe Compagnie (VOC) di Teluk Ketapang dekat Malaka membaca kitab Dala'ilu al-Khairat

Baca Juga

Pada Juni 1783, Belanda yang berkedudukan di Malaka, melakukan blokade terhadap Kerajaan Riau untuk merebut hegemoni di Selat Malaka. 

Gubernur Belanda di Malaka memerintahkan lima buah kapal perang dan sejumlah kapal kecil yang dipersenjatai dipimpin oleh Kapten Laut Toger Abo dengan sejumlah pasukan 1.383 orang untuk melumpuhkan Kerajaan Riau yang berada di bawah pimpinan Yang Dipertuan Muda Raja Haji.

Pihak Belanda gagal dalam usahanya itu. Belanda tidak begitu saja menerima kegagalan mereka dan kemudian pada Januari 1784, dengan menambah kekuatan antara lain beberapa buah kapal, pihak Belanda berupaya mengadakan penyerangan terhadap Kepulauan Riau. 

Dalam pertempuran itu kapal perang Belanda Malaka's Welvaren hancur dan pemimpin eskader Belanda yang berada dalam kapal itu Arnoldus Fransiscus Lemker tewas dihantam oleh peluru meriam pihak Riau. Komando eskader Belanda diambil alih oleh Toger Abo yang segera mengundurkan diri dan pada 27 Januari 1784 tiba kembali di Malaka.

Menyimak kekalahan pihak Belanda, maka pada pertengahan Februari 1784 Raja Haji dengan kekuatan kurang lebih 1.000 orang pasukannya mendarat di Teluk Ketapang, kira-kira lima kilometer dari Bandar Malaka, membuat kubu-kubu pertahanannya untuk menggempur dan merebut Kota Melaka yang waktu itu dikuasai oleh pihak VOC Belanda. 

Di kala Belanda hampir terdesak oleh sebab serangan Yang Dipertuan Muda Raja Haji, datanglah bala bantuan dari Batavia di perairan Malaka pada 1 Juni 1784 di bawah pimpinan Kapten Laut JP van Braam dengan kekuatan pasukan 2.130 orang dan 326 pucuk meriam.

Tanggal 16 Juni 1784 kapal perang Princes Louise dengan Frederik Rudolf Karel sebagai nakhodanya mulai beroperasi menghadapi pasukan Raja Haji dan dua hari kemudian 734 orang tentara kompeni Belanda di bawah komando van Braam mendarat di Teluk Ketapang.

Terjadilah pertempuran hebat yang memakan waktu enam hari lamanya. Pertahanan Raja Haji dapat ditembus oleh pihak Belanda dan Teluk Ketapang direbut mereka pada 24 Juni 1784. Raja Haji bersama para panglimanya serta sejumlah pasukannya gugur dalam pertempuran ini.

Mengenai gugurnya Raja Haji sumber Melayu Tuhfat al-Nafis menceritakan sebagai berikut: Maka Yang Dipertuan Muda Raja Haji pun bangkit menghunus badiknya dan sebelah tangannya memegang 'Dala'ilu Al-Khairat'. Maka dipeluk oleh beberapa orang maka di dalam tengah berpeluk-peluk itu maka Yang Dipertuan Muda Raja Haji pun kenalah peluru baris senapang. Maka ia pun rebahlah mangkat syahidlah ia.... Tuhfat al-Nafis juga menceritakan bahwa dalam masa memimpin pertempuran di Teluk Ketapang Raja Haji memperoleh kebaikan atau istighlal dengan membaca Dala'ilu al-Khairat.

 

 

 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement