Rabu 22 Jul 2020 13:52 WIB

Baleg Gelar Rapat RUU Ciptaker Saat Reses, PKS Tolak Hadir

PKS menilai, seharusnya pemerintah dan DPR saat ini fokus ke penanganan Covid-19.

Sejumlah anggota Badan Legislasi ( Baleg) DPR RI dan perwakilan pemerintah serta masyarakat melakukan rapat kerja di kompleks Parlemen, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah anggota Badan Legislasi ( Baleg) DPR RI dan perwakilan pemerintah serta masyarakat melakukan rapat kerja di kompleks Parlemen, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Bukhori Yusuf mengatakan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak menghadiri rapat Baleg pada masa reses. Baleg DPR pada hari ini menjadwalkan rapat RUU Cipta Kerja (Ciptaker).

"Ya, benar, tetapi PKS enggak hadir karena masa reses," ujar Bukhori melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu (22/7).

Baca Juga

Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS Syahrul Aidi Maazat pun mengkritisi langkah pemerintah dan Baleg DPR RI yang tetap menggelar rapat pembahasan RUU Ciptaker pada masa reses.

"Bahkan di masa reses 'dikebut' untuk dibahas seperti yang terjadwal pada hari ini (Rabu, 22/7)," kata Syahrul Aidi Maazat di Jakarta, Rabu.

 

Syahrul menilai, seharusnya pemerintah tetap fokus dalam menyelesaikan persoalan pandemi Covid-19 bukan malah membahas RUU Ciptaker. Syahrul mengatakan, RUU Ciptaker mengangkat persoalan klasik yang sering dituding sebagai penyebab lemahnya investasi yang masuk ke Indonesia yaitu lamanya proses perijinan yang menurut pemerintah adalah akibat banyaknya syarat yang harus dipenuhi oleh investor sebelum mereka dapat menanamkan modalnya di Indonesia.

Sebagai solusinya menurut dia, pemerintah menggadang-gadang RUU Ciptaker dapat menjawab persoalan tersebut dan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa sedikitpun memberikan bukti berapa pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan akan dicapai jika RUU itu berhasil disetujui DPR.

"Selain itu draf RUU dan Naskah Akademik (NA) pun terkesan dipaksakan untuk segera masuk dan dibahas. Banyak sekali inkonsistensi dan ketidakjelasan konsep dalam draf dan NA RUU Cipta Kerja, RUU ini akan merevisi 78 UU namun argumentasi yang diberikan sangat sedikit," ujarnya.

Dia mencontohkan, salah satu UU yang akan direvisi melalui RUU Cipta Kerja ini adalah UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dalam RUU itu, 80 persen substansi UU No. 28 Tahun 2002 akan direvisi, 60 persen diantaranya merupakan penghapusan materi muatan UU.

Menurut dia, alasan yang paling banyak dikemukakan terkait revisi UU No. 28 Tahun 2002 adalah banyaknya tumpang tindih aturan, namun Pemerintah tidak dapat membuktikan satu ayat pun dari UU No. 28 Tahun 2002 ini yang tumpang tindih dengan UU lainnya.

"Selain itu Pemerintah tidak memberikan argumentasi yang cukup dalam Naskah Akademik karena hanya menyediakan penjelasan sebanyak 1,5 halaman. Padahal dapat dibayangkan, sebuah UU yang separuh isinya dihapuskan sudah pasti kehilangan ruh pengaturannya," katanya.

Syahrul menjelaskan, walaupun pemerintah menjanjikan aturan yang dihapus akan dipindahkan ke dalam PP, tetapi akibat pelemahan itu justru dapat berakibat pada ketidakpastian berusaha bagi pengusaha sebab aturan-aturan ini dapat saja sewaktu-waktu diubah kembali karena tidak memiliki kekuatan seperti dalam UU.

Berdasarkan informasi yang dihumpun, pada hari ini Baleg DPR RI menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) melanjutkan pembahasan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja Bab III terkait Peningkatan Ekosistem investasi dan Kegiatan Berusaha. Rapat tersebut berlangsung secara fisik dan virtual, di Kompleks Parlemen, Jakarta.

photo
omnibus law ciptaker - (istimewa)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement