Rabu 22 Jul 2020 13:41 WIB

Kejati DKI Jakarta Tahan Pengawas Eksekutif OJK

Tersangka DIW ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Tersangka korupsi (Ilustrasi)
Foto: Foto : MgRol112
Tersangka korupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menahan Pengawas Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berinisial DIW. Ia merupakan tersangka kasus dugaan suap fasilitas kredit Rp 7,45 miliar saat menjadi tim pemeriksaan umum terhadap PT Bank Bukopin Cabang Surabaya. 

"Penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Selasa, 21 Juli 2020 melakukan penahanan terhadap DIW selaku pegawai OJK berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas nama DIW," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Nirwan Nawawi dalam keterangannya, Rabu (22/7).

Nirwan melanjutkan, DIW ditahan di rumah tahanan negara (Rutan) Salemba, cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan. "Untuk kepentingan penyidikan berdasarkan: Pasal 21 ayat (1) KUHAP (alasan Subyektif) dan Pasal 21 ayat (4) KUHAP (alasan objektif), maka penyidik melakukan penahanan kepada tersangka untuk selama 20 hari ke depan dan akan ditempatkan pada Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," kata Nirwan. 

Dalam perkara ini, Kejati DKI Jakarta menduga, pada 2019 DIW selaku pegawai OJK yang menjabat sebagai Pengawas Eksekutif Grup Pengawas Spesialis 1 pada Departemen Pengawasan Bank 1, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK menjadi bagian dari tim pemeriksa PT. Bank Bukopin, Tbk cabang Surabaya.

Dalam pelaksanaan tugasnya, DIW diduga tidak memasukkan lima sampling debitur dalam matriks konfirmasi pemeriksaan PT. Bank Bukopin, Tbk kantor cabang Surabaya. Pada 31 Desember 2018 dengan kesepakatan diberikan oleh pihak PT. Bank Bukopin, Tbk dengan fasilitas kredit sebesar Rp7.450.000.000.

DIW disangkakan melanggar Pasal 12 a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 12 b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atau Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement