Selasa 21 Jul 2020 20:33 WIB

FSGI: PPDB Zonasi Belum Bisa Diterapkan Secara Nasional

Salah satu masalah PPDB adalah jumlah bangku di sekolah yang terbatas

Rep: rizkyan adiyudha/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja saat akan memasang karangan bunga di depan Balai Kota Jakarta, Senin (6/7). Karangan bunga itu merupakan bentuk simbolik kekecewaan dari para orang tua siswa terkait proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang dinilai tidak adil. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja saat akan memasang karangan bunga di depan Balai Kota Jakarta, Senin (6/7). Karangan bunga itu merupakan bentuk simbolik kekecewaan dari para orang tua siswa terkait proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang dinilai tidak adil. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai bahwa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi belum bisa diterapkan secara nasional. FSGI berpandangan jika PPDB zonasi seharusnya dilihat dari kesiapan di daerah-daerah masing-masing.

"PPDB baru jalan empat tahun dan kami pikir PPDB itu nggak bisa diterapkan secara nasional tapi dilihat dulu mana yang siap secara infrastruktur dan anggaran pendidikan," kata Wakil Sekretaris Jendral FSGI Satriwan Salim dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (21/7).

Dia mengatakan, salah satu masalah yang selalu muncul dalam PPDB adalah jumlah bangku yang tersedia dalam suatu sekolah. Dia mencontohkan, DKI Jakarta yang memiliki jumlah sekolah SD lebih banyak ketimbang jenjang pendidikan di atasnya.

Dia mengungkapkan, saat ini ada sekitar 2300-an SD di ibu kota sementara hanya ada 300 SMP negeri dan 117 SMA negeri. Dia mengatakan, kondisi alih jenjang pendidikan berbentuk piramid ini sudah pasti membuat anak tidak terserap ke sekolah secara maksimal."Artinya daya serap masuk SMA negeri itu sekitar 36 persen karena jumlah bangkunya memang terbatas," katanya.

 

Dia mengungkapkan, ada juga kondisi sebaliknya terjadi di daerah dimana sekolah semakin mengalami kekurangan murid ketika tingkat pendidikan semakin ke atas. Artinya, sambung dia, demografi dan kondisi sekolah di setiap daerah berbeda-beda."Makanya perlu adanya klasifikasi sekolah yang bisa melakukan PPDB zonasi," katanya.

Dia menambahkan, anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah daerah juga berbeda di setiap wilayah. Dia mengatakan, alokasi APBD ke Neraca Pendidikan Daerah (NPD) hanya 20 persen atau di bawahnya.

"Bahkan saya menemukan ada yang satu koma sekian persen, nah model daerah seperti ini belum bisa menerapkan PPDB (zonasi)," katanya.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa FSGI mendukung semangat PPDB zonasi. Menurutnya, setiap peserta didik memang harus didekatkan antara sekolah dan rumah mereka. Menurutnya, persoalan pendidikan yang perlu difokuskan adalah terkait akses pendidikan.

Namun dia mengaku melihat adanya pergeseran semangat PPDB zonasi ini menyusul semakin berkurangnya kuota zonasi. Dia mengatakan, PPDB zonasi itu yang menjadi ukuran adalah jarak dari rumah ke sekolah."Jadi saya melihat ada distorsi filosofi dari zonasi ini," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement