Selasa 21 Jul 2020 15:23 WIB

Prospek Ekspor Sayur dan Buah ke Jepang Terbuka Luas

Selama ini pemasok utama produk impor sayur dan buah ke Jepang dikuasai oleh China

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Sayuran. Prosepek ekspor buah dan sayuran ke Jepang masih terbuka lebar.
Foto: Republika/Wihdan
Ilustrasi Sayuran. Prosepek ekspor buah dan sayuran ke Jepang masih terbuka lebar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar ekspor bagi produk sayur dan buah dari Indonesia ke Jepang masih terbuka luas. Porsi Indonesia dalam mengisi produk hortikultura ke Jepang juga masih sangat kecil, sehingga memiliki potensi untuk terus ditingkatkan seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat Jepang.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka, Jepang, Mirza Nurhidayat, mengatakan hingga 2019 Jepang menjadi importir sayur terbesar ketujuh dan importir buah ke-13 di dunia. Adapun pangsa pasar sayur dan buah di Jepang masing-masing 3,4 persen dan 2,5 persen.

"Tren pertumbuhan impor buah dan sayur di Jepang juga terus tumbuh 4,8 persen dalam lima tahun terakhir atau 1,6 persen per tahun," kata Mirza dalam Japan-Indonesia Market Acces Workshop yang digelar secara virtual, Selasa (21/7).

Mirza mengatakan, dari catatannya impor sayur dan buah Jepang pada kuartal I 2020 mencapai 576 dolar AS. Adapun sayuran yang paling banyak diimpor yakni dalam bentuk potongan beku seperti bawang, umbi-umbian, jagung, dan kacang-kacangan.

Namun, pemasok utama produk impor sayur dan buah ke Jepang dikuasai oleh China dengan kontribusi 57,3 persen. Diikuti Amerika Serikat 8,8 persen dan Korea Selatan 4,7 persen.

"Sedangkan Indonesia peringkat 13 dengan pangsa relatif kecil, 0,9 persen. Bisa dibayangkan jaraknya. Oleh karena itu kita masih punya peluang besar untuk meningkatkan akses pasar Jepang," kata Mirza. 

Hanya saja, kata dia, dibutuhkan kerja keras dari para pelaku usaha di Indonesia untuk bisa memenuhi kriteria yang ketat dan tinggi dari Jepang. Karakteristik pasar konsumen di Jepang harus betul-betul dikuasai dari mulai hulu hingga pemrosesan produk. Mirza menekankan, aspek kualitas, kuantitas, dan kontinuitas menjadi syarat wajib untuk bisa mengekspor hortikultura ke Jepang.

Dari sisi kualitas, keamanan dan kesehatan produk wajib memenuhi standar. Tak hanya itu, pengemasan juga menjadi faktor penting untuk bisa menarik perhatian konsumen.

Adapun kuantitas, Jepang membutuhkan jumlah yang cukup besar dalam impor produk hortikultura. Menurut dia, tentunya dibutuhkan kerja sama pemerintah antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi.

"Lalu kontinuitas, ini menjadi kendala. Kadang bisa ekspor, kadang berhenti. Nah ini kendala yang hars dibahas bersama-sama," kata dia.

Mirza mengatakan, pandemi Covid-19 secara nyata membuat banyak pelaku usaha di setiap negara untuk mencari alternatif pemasok makanan. Indonesia saat ini memiliki sumber daya yang besar sebagai produsen produk pangan pertanian hortikultura. "Kita punya lahan yang subur, Jepang ada teknologi dan market," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement