Selasa 21 Jul 2020 09:31 WIB

Potret Pelanggaran Hak-Hak Guru di Sekolah

Banyak guru honorer yang mengalami perlakukan kurang baik dari oknum kepala sekolah.

Ilustrasi guru honorer
Ilustrasi guru honorer

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Tuti Khairani Harahap, Dosen Administrasi Publik Universitas Riau dan Pengurus Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara (Asian)

Fenomena pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kerap terjadi di lingkungan sekolah. Kasus hak-hak guru yang tidak ditunaikan secara baik oleh oknum kepala sekolah pun kian merebak. Padahal, kepala sekolah sebagai pejabat publik sekaligus pelayan publik dituntut melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Kepala sekolah tidak boleh menyalahgunakan kewenangannya, apalagi melanggar etika pelayanan publik yang ada di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Tindakan koruptif, intimidatif, serta diskriminatif harus dihindari sejauh mungkin oleh kepala sekolah. Sebaliknya, kepala sekolah harus memiliki integritas serta moralitas yang baik, akuntabilitas dalam menjalankan kewenangannya, serta mampu menumbuhkan iklim demokratis dalam kehidupan di sekolah. Jika berbagai hal tersebut dijalankan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh kepala sekolah, maka dapat mendorong terwujudnya tujuan luhur pendidikan nasional.

Kepala sekolah harus memegang teguh semboyan dari Ki Hajar Dewantara yang digaungkan dalam dunia pendidikan yakni Ing Ngarsa Sung Tulada, artinya di depan kepala sekolah harus memberikan suri teladan, Ing Madya Mangun Karsa, artinya kepala sekolah harus membangkitkan semangat setiap elemen di sekolah, serta Tut Wuri Handayani yang berarti di belakang kepala sekolah harus mendorong agar instansi yang dipimpinnya dapat maju dan berkembang.

 

Artinya, kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan harus menjadi role model atau suri teladan bagi setiap entitas yang ada di lingkungan sekolah. Karenanya, kepala sekolah harus memperhatikan setiap nilai, norma, etika dan moralitas yang berlaku dalam dunia pendidikan.

Di samping itu, kepala sekolah sudah semestinya menyelenggarakan pendidikan dengan memperhatikan aspek kemanusiaan, sehingga dapat membentuk kultur pendidikan yang humanis di lingkungan sekolah. Sebagaimana filosofis pendidikan dari Ki Hajar Dewantara (1977) yang menyebutkan pendidikan adalah buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia, yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat.

Untuk itu, kepala sekolah sudah semestinya memperhatikan kondisi dari setiap entitas yang ada di lingkungan sekolah yakni salah satunya ialah guru. Terutama jaminan kondisi, nasib serta pemenuhan hak-hak guru honorer oleh kepala sekolah ketika pandemi Covid-19 saat ini. Namun, dalam praktiknya, berbagai hal ideal di atas ternyata justru tidak seindah dengan apa yang disebutkan.

Secara kontras, kondisi ideal tersebut dicederai oleh berbagai tindakan menyimpang dari oknum kepala sekolah yang tidak mengindahkan nilai-nilai, etika, dan moralitas yang berlaku di institusi pendidikan yang dipimpinnya. Pemikiran ini berawal dari penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk mengetahui bagaimana kondisi dan nasib guru honorer yang ada di Sekolah di Pekanbaru, pada saat Pandemi Covid-19.

 

 

Hasil penelitian menunjukkan banyak guru honorer yang mengalami perlakukan kurang baik dari oknum kepala sekolah. Hak-hak guru honorer justru tidak dipenuhi dengan baik oleh oknum kepala sekolah.

 

Pemberian gaji yang tidak sesuai dengan jumlah seharusnya dan bahkan ada gaji guru honorer yang tidak dibayar sama sekali. Lebih parah lagi, hak-hak demokratis mereka dibungkam secara paksa. Para guru honorer diancam akan dipecat jika mereka menyuarakan atas pemenuhan hak-haknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement