Senin 20 Jul 2020 19:47 WIB

Defisit Keuangan Negara di Semester Satu Terbesar Sejak 2017

Defisit APBN pada semester I 2020 mencapai Rp 257,8 triliun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Defisit APBN melebar
Foto: Republika
Defisit APBN melebar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2020 sampai dengan semester satu tercatat mencapai Rp 257,8 Triliun atau 1,57 persen dari PDB, yakni Rp 1.039,2 triliun. Nominal dan rasio tersebut menjadikan defisit pada semester satu tahun ini menjadi yang terdalam selama tiga tahun terakhir.

Keseimbangan primer pada periode Januari hingga Juni ini pun mencapai Rp 100,2 triliun, terbesar sejak 2017. "Ini peningkatan yang luar biasa besar," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) secara virtual, Senin (20/7).

Baca Juga

Rasio defisit APBN sebenarnya sempat mencapai 1,82 persen terhadap PDB pada 2016. Hanya saja, secara nominal, nilainya yang sebesar Rp 230,7 triliun masih lebih kecil dibandingkan tahun ini.

Sri mengatakan, langkah pemerintah pada 2016 pun berbeda dengan 2020. Saat itu, pemerintah melakukan banyak penyesuaian signifikan melalui konsolidasi belanja. Dampaknya, defisit anggaran secara tahunan masih terkendali pada level 2,46 persen dari PDB, atau sekitar Rp 307 triliun.

Sri tidak bisa memastikan situasi dan langkah serupa akan terjadi lagi pada tahun ini. Sebab, pos belanja diyakini akan terus meningkat pada semester kedua seiring peningkatan kebutuhan untuk penanganan Covid-19. "Di tahun ini, akan terlihat defisit yang melebar," katanya.

Sepanjang 2020, pemerintah menargetkan, defisit anggaran akan berada pada level 6,34 persen atau Rp 1.039,2 triliun. Angka ini melebar dibandingkan proyeksi semula, yakni 1,76 persen yang sempat diubah ke level 5,07 persen terhadap PDB. Pelebaran dilakukan karena adanya kontraksi penerimaan negara yang dibarengi dengan peningkatan belanja di tengah pandemi Covid-19.

Lebih rinci, realisasi pendapatan negara sampai dengan akhir Juni mencapai Rp 811,2 triliun, kontraksi 9,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sri menyebutkan, kontraksi ini sejalan dengan prediksi pemerintah yang memperkirakan pendapatan negara akan tumbuh negatif sampai 10 persen hingga akhir tahun.

Penyusutan terutama terjadi pada pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tumbuh negatif sampai dengan 11,8 persen. Penurunan harga komoditas dan tingkat permintaan global akibat pandemi Covid-19 menjadi penyebab utamanya.

Sementara itu, belanja negara pada semester pertama mencapai Rp 1.069,8 triliun, tumbuh 3,3 persen dibandingkan tahun lalu. Pada saat yang sama, pembiayaan anggaran sebesar Rp 416,2 triliun, tumbuh hingga 136 persen dibandingkan semester pertama 2019 yang hanya Rp 176,3 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement