Sabtu 18 Jul 2020 06:53 WIB

Catur Singgah di Dunia Islam (4-Habis)

Para pecatur tangguh bermunculan di dunia Islam.

Catur Singgah di Dunia Islam. Foto: Penggemar catur
Foto: republika
Catur Singgah di Dunia Islam. Foto: Penggemar catur

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Lalu, sebenarnya, dari mana catur bermula? Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa catur memiliki akar dari Persia dan Asia Tengah. Penggalian terhadap situs Afrasiab, Samarkand, Uzbekistan, menemukan tujuh patung kecil berukir.

Patung-patung kecil itu sangat mirip dengan bidak catur. Lalu, Persia  mendeskripsikan bahwa patung-patung kecil itu merupakan bidak catur yang terdiri atas raja, fazin atau penasihat, gajah, kuda, dan kereta.

Baca Juga

Sastra awal yang menceritakan catur terdapat dalam romansa Persia pada periode yang sama. Karnamak-i Artaxshir-i Papakan diceritakan sebagai seorang pemain catur andal yang bersopan santun tinggi, pandai berburu, dan berkuda.

Namun, semua referensi awal tentang catur di Persia menggunakan istilah chatrang dari bahasa Sanksekerta chaturanga (dalam empat bagian) yang menggambarkan empat komponen awal tentara India, yaitu infanteri, kavaleri, gajah, dan kereta.

Literatur Sanksekerta awal kebanyakan tidak mengacu pada catur, tetapi papan permainan yang menggunakan dadu. Satu-satunya literatur awal yang menyebutkan catur India terdapat dalam sebuah roman pada abad keenam. Roman ini lebih awal daripada roman di Persia dan Asia Tengah.

Penyair bernama Subandhu menggunakan istilah catur untuk menggambarkan musim hujan. Sebuah kisah pada abad ke-7 mengenai Raja Persia, Nushirvan, ditulis Firdawsi pada abad ke-11 dalam Shahnamah (Kitab Para Raja). Disebutkan bahwa Raja Nushirvan mendukung catur India.

Laman muslimheritage menyatakan, para penulis Arab mengatakan catur berkembang dan menyebar ke Barat dari Persia. Hal ini kemungkinan terjadi setelah penaklukan Islam ke negara-negara di dunia pada pertengahan abad ke-7.

Istilah Arab untuk permainan catur adalah shatranj. Secara linguistik, sebutan itu merupakan pergeseran dari sebutan chatrang di Persia. Namun, catur tak selalu dilihat positif. Pada 680, Gereja Timur di Konstantinopel mengutuk catur sebagai bentuk perjudian.

Di dunia Islam, kutukan terhadap catur juga sempat mencuat. Seorang penguasa Dinasti Fatimiyah dari Mesir, Al-Hakim, melarang permainan catur pada tahun 1005 dan memerintahkan semua catur dibakar. Pada masa sebelumnya, tak ada pelarangan seperti itu.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement