Jumat 17 Jul 2020 18:07 WIB

AS, Inggris, Kanada Tuduh Rusia Retas Data Vaksin

AS, Inggris, dan Kanada serentak menuduh Rusia meretas data penting vaksin Covid-19

Rep: Fergi Nadira/Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Peretas (ilustrasi). AS, Inggris, dan Kanada serentak menuduh Rusia meretas data penting vaksin Covid-19.
Foto: www.freepik.com
Peretas (ilustrasi). AS, Inggris, dan Kanada serentak menuduh Rusia meretas data penting vaksin Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Pemerintah negara Barat serentak menuduh Rusia meretas informasi penting soal data vaksin Covid-19. Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Kanada melaporkan upaya pencurian informasi penelitian vaksin oleh peretas yang terkait dengan dinas intelijen Rusia di tengah kompetisi dunia untuk mengatasi pandemi.

Pelakunya adalah musuh yang dikenal. Badan-badan intelijen di AS, Inggris, dan Kanada mengatakan kelompok peretasan APT29 yang juga dikenal sebagai Cozy Bear, menyerang lembaga-lembaga penelitian akademik dan farmasi yang terlibat dalam pengembangan vaksin Covid-19.

Baca Juga

Cozy Bear memang memiliki rekam jejak berprofil tinggi dalam dunia peretasan. Mereka pernah terlibat dalam peretasan Komite Nasional Demokrat AS (DNC) selama pilpres AS 2016. Pada 2017, mereka menyerang Partai Buruh Norwegia. Kementerian pertahanan dan layanan keamanan nasional negara itu pun turut menjadi sasaran penyerangan

Laporan setebal 16 halaman yang disiapkan oleh agen-agen Barat dan dipublikasikan Kamis (16/7) menuduh Cozy Bear menggunakan perangkat lunak berbahaya khusus untuk menargetkan sejumlah organisasi secara global. Malware, yang disebut WellMess dan WellMail, sebelumnya tidak dikaitkan dengan grup.

"Dalam serangan baru-baru ini yang menargetkan penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19, kelompok ini melakukan pemindaian kerentanan dasar terhadap alamat IP eksternal tertentu yang dimiliki oleh organisasi. Kelompok itu kemudian mengerahkan eksploitasi publik terhadap layanan rentan yang diidentifikasi," kata laporan tersebut.

Namun demikian, para pejabat tidak membocorkan apakah ada upaya Rusia yang berhasil. "Ini benar-benar tidak dapat diterima bahwa Dinas Intelijen Rusia menargetkan mereka yang bekerja untuk memerangi pandemi virus corona baru," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Dominic Raab.

Dia menuduh Moskow mengejar kepentingan diri sendiri dengan perilaku yang sembrono. Berpegang teguh pada bahasa yang lebih umum, sekretaris pers Gedung Putih Kayleigh McEnany mengatakan pihaknya akan mengambil langkah untuk menjaga data keamanan negara.

"Kami bekerja sangat erat dengan sekutu kami untuk memastikan bahwa kami akan mengambil langkah-langkah untuk menjaga agar informasi itu aman dan kami terus melakukannya," ujarnya.

Kendati demikian, juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, menolak tuduhan tersebut. "Kami tidak memiliki informasi tentang siapa yang mungkin telah meretas perusahaan farmasi dan pusat penelitian di Inggris," ujarnya.

"Kita dapat mengatakan satu hal, yakni Rusia tidak ada hubungannya dengan upaya-upaya itu," kata Peskov menurut kantor berita negara Tass.

Badan keamanan siber Departemen Keamanan Dalam Negeri AS pada Mei lalu memperingatkan bahwa penjahat dunia maya dan kelompok lain menargetkan penelitian Covid-19. Mereka mencatat pada saat itu bahwa peningkatan jumlah orang yang melakukan teleworking karena pandemi telah menciptakan jalan potensial bagi para peretas untuk mengeksploitasi.

"Penjahat bermotivasi mengeksploitasi situasi dan begitu juga pemerintah asing yang juga memiliki tuntutan mendesak mereka sendiri untuk informasi tentang pandemi dan tentang hal-hal seperti penelitian vaksin," ujar Tonya Ugoretz, wakil asisten direktur di divisi siber FBI bulan lalu.

Peringatan itu tidak menyebutkan nama organisasi yang ditargetkan sendiri atau berapa banyak yang terpengaruh. Tetapi dikatakan bahwa organisasi itu berada di AS, Inggris, dan Kanada. Tujuannya adalah untuk mencuri informasi dan kekayaan intelektual terkait dengan pengembangan vaksin.

Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC) di Inggris mengatakan penilaiannya dibagikan oleh National Security Agency, Cybersecurity, and Infrastructure Security Agency dan oleh Canadian Security Security Establishment.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement