Jumat 17 Jul 2020 08:39 WIB

92 Juta Anggota Partai Komunis China Terancam tak Bisa ke AS

Larangan masuk anggota Partai Komunis China ini masih digodok pemerintahan Trump.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Foto: AP/Patrick Semansky
Presiden Amerika Serikat Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sedang mengkaji untuk melarang semua anggota Partai Komunis Cina (PKC) yang berjumlah 92 juta orang melakukan perjalanan ke AS. Hal itu dapat dipastikan akan semakin memperburuk hubungan kedua negara.

Pada Kamis (16/7), seorang sumber yang mengetahui hal tersebut mengungkapkan, para pejabat senior di pemerintahan Trump telah mulai mengedarkan sebuah rancangan perintah presiden yang mungkin diambil terkait larangan perjalanan anggota PKC. Namun pembahasannya masih dalam tahap awal dan masalah tersebut belum diajukan kepada Trump.

Baca Juga

Jika larangan benar-benar diterapkan, hal itu dapat memukul PKC, mulai pejabat tinggi hingga anggota level terendahnya. China dapat dipastikan akan mengambil langkah balasan. Ia bisa saja tak hanya menyasar diplomat, tapi juga eksekutif bisnis yang berpotensi merugikan kepentingan AS di China.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri China Mike Pompeo telah berhenti mengonfirmasi bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan larangan masuk bagi seluruh anggota PKC. Namun dia menyebut pemerintah tengah berpikir tentang bagaimana melawan PKC.

Sekretaris Pers Gedung Putih Kayleigh McEnany tak memberi penjelasan mendetail terkait hal tersebut. “Kami menjaga setiap opsi yang berkaitan dengan China di atas meja,” ujarnya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying telah mengetahui tentang adanya rencana atau perimbangan perihal dilarangnya seluruh anggota PKC ke AS. Menurutnya, hal itu akan sangat menyedihkan jika benar-benar diterapkan.

Hubungan AS dan Cina telah memburuk selama beberapa tahun terakhir. Kedua negara terlibat perselisihan dalam berbagai isu, seperti sengketa klaim di Laut Cina Selatan (LCS), dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, status otonomi khusus Hong Kong, hingga cara Beijing menangani pandemi Covid-19.

Perselisihan itu diikuti dengan perang dagang antara kedua negara. AS dan Cina saling menerapkan tarif terhadap produk atau komoditas yang diimpor satu sama lain. Banyak pihak menilai bahwa ini merupakan titik terendah dalam hubungan kedua negara.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement