Kamis 16 Jul 2020 18:51 WIB

Perwali Baru Surabaya dan Ancaman Gangguan Ekonomi

Isi Perwali baru Surabaya dikuatirkan Kadin menambah beban usaha.

Warga beraktivitas di Jalan Darmo, Surabaya, Jatim. Surabaya resmi memberlakukan Perwali Nomor 33 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya.
Foto: ANTARA/Didik Suharton
Warga beraktivitas di Jalan Darmo, Surabaya, Jatim. Surabaya resmi memberlakukan Perwali Nomor 33 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dadang Kurnia

Surabaya resmi memberlakukan Perwali Nomor 33 Tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya. Perwali baru tersebut merupakan bentuk pengetatan dari aturan sebelumnya, khususnya dalam penerapan protokol pencegahan penularan Covid-19.

Baca Juga

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto, menegaskan perwali baru salah satu isinya mewajibkan pekerja asal luar kota membawa bukti tes cepat dengan hasil non-reaktif, atau swab tes negatif saat hendak masuk ke kota. Kewajinan itu dipandang Kadin mengancam terganggunya ekonomi wilayah setempat.

"Seharusnya kewajiban itu tidak diberlakukan, namun lebih dipertegas pada sanksi bagi warga yang melanggar protokol kesehatan, bukan kewajiban tes cepat bagi pekerja saat hendak masuk Surabaya," kata Adik, di Surabaya, Kamis (16/7).

 

Adik mengatakan, sebagian besar pekerja di Surabaya berasal dari luar kota. Apabila semua pekerja diwajibkan tes cepat akan banyak mengganggu aktivitas serta menghambat perputaran ekonomi di Kota Pahlawan.

Ia mengatakan, pelaksanaan tes cepat tentu akan menambah biaya yang dikeluarkan bagi seorang pekerja apabila hendak bekerja di Surabaya. Kewajiban itu juga dipandangnya harus sering dilakukan, mengingat rutinitas pekerja yang keluar masuk di Surabaya.

"Bayangkan, setiap bulan pekerja harus bolak-balik melakukan rapid tes sebanyak dua kali, karena masa berlaku surat rapid test itu adalah 14 hari. Hal ini tentu akan menggangu," katanya.

Oleh karena itu, Adik meminta pemerintah Kota Surabaya lebih bijak memberi persyaratan kepada orang yang akan masuk kota, sebab kemudahan itu akan menggerakkan ekonomi secara cepat.

Sebelumnya, Kadin Jatim juga menolak pemberlakukan tes cepat sebagai syarat membuka usaha bagi kalangan industri. Ia meminta agar kewajiban itu dibebankan kepada pemerintah, karena selama masa pandemi Covid-19 sebagian besar pengusaha dinilai mengalami kerugian.

Adik mengatakan, kewajiban itu menjadi beban industri apabila biayanya dibebankan pada pengusaha. Sebab selama ini kalangan industri atau atau pengusaha banyak yang merugi akibat Covid-19.

Ia mengatakan selama pandemi Covid-19 dan masa PSBB, banyak industri di Jatim yang terpaksa merumahkan karyawannya. Kondisi ekonomi tidak memungkinkan untuk diputar setelah adanya kebijakan pemerintah untuk bekerja di rumah.

"Sesuai catatan kami, industri sepatu merumahkan sekitar 50 ribu karyawannya, sedangkan perhotelan dan restoran sekitar 80 persen karyawan tidak bekerja. Dan sampai sekarang, mereka belum jelas nasibnya," kata Adik.

Oleh karena itu, Adik berharap kebijakan pemerintah Kota Surabaya yang kembali membuka keran industri di masa normal baru bisa didukung dengan aturan yang memihak masyarakat dan pengusaha, agar ekonomi kembali berputar.

"Saya yakin kalangan industri dan karyawannya akan mematuhi protokol kesehatan karena hal itu sudah menjadi bagian hidup di normal baru masyarakat. Namun apabila dibebankan dengan kewajiban rapid test, hal ini akan menjadi beban sendiri," tuturnya.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, Perwali perubahan sangat penting demi keselamatan dan kesehatan masyarakat. Apalagi saat ini tren kasus Covid-19 di Kota Surabaya diakuinya cenderung turun. Perwali perubahan ini diharapkannya dapat meneruskan tren penurunan tersebut.

“Jangan sampai yang sudah turun ini bisa naik lagi. Kita ingin betul-betul turun dan mudah-mudahan bisa tuntas. Makanya, ada beberapa poin yang diubah dan ditambahkan dalam Perwali No. 33 Tahun 2020 ini. Termasuk pula soal jam malam yang saat ini sudah mulai diberlakukan,” kata Irvan di Surabaya, Rabu (15/7).

Irvan menjelaskan beberapa poin yang diubah dan ditambahkan. Adalah Pasal 12 ayat (2) huruf f. Yaitu ketentuan wajib menunjukkan hasil pemeriksaan rapid test dengan hasil non reaktif atau swab dengan hasil negatif yang dikeluarkan dokter RS/Puskesmas. Ini dikhususkan bagi pekerja yang berasal dari luar daerah yang berlaku 14 hari.

Perubahan juga ada pada Pasal 15 ayat (3) huruf k tentang pedoman tatanan normal baru pada kegiatan di restoran/ rumah makan/ kafe/ warung/ usaha sejenis, untuk karyawan. Karyawannya wajib menunjukkan hasil pemeriksaan rapid test dengan hasil non reaktif atau swab dengan hasil negatif.

Ketentuan serupa (wajib menunjukkan rapid test non reaktif atau swab tes negatif) juga diwajibkan bagi karyawan toko swalayan, toko dan pusat perbelanjaan, bagi pemilik gerai atau stan. Lalu karyawan hotel dan apartemen.

Irvan mengatakan, perubahan aturan juga ada di pasal 20 ayat 1 tentang tempat kegiatan hiburan dan rekreasi yang diperbolehkan buka. Meliputi, destinasi pariwisata, arena permainan, Salon/barber shop, gelanggang olah raga. Kecuali gelanggang renang, kolam renang, lapangan Basket, lapangan futsal, dan lapangan voli.

Pada Perwali 33/2020 ini ada penambahan satu pasal yakni Pasal 25 A. Yakni tentang pembatasan aktivitas di luar rumah dilaksanakan mulai pkl 22.00 WIB. Pembatasan aktivitas di luar rumah dikecualikan untuk kegiatan pemenuhan keperluan kesehatan, pasar, stasiun, terminal, pelabuhan, SPBU, jasa pengiriman barang, dan minimarket yang terintegrasi dengan bangunan sebagai fasilitas pelayanan masyarakat

“Di samping itu, ada pula penambahan pada Pasal 34, perubahan pelanggaran yang dikenakan sanksi administratif dan push up, joget, memberi makan ODGJ di liponsos sebagai bagian dari paksaan pemerintah,” ujar Irvan.

Hingga Kamis (16/7), Surabaya memiliki 7.392 kasus positif. Rinciannya 2.903 masih dalam perawatan, 3.840 sembuh dan 649 meninggal dunia.

Covid-19 Jatim

Pemerintah pusat masih menaruh perhatian besar pada penanganan Covid-19 di Jatim. Ketua Pengarah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Muhadjir Effendy menegaskan ketika permasalahan Covid-19 di Jatim terselesaikan, maka 50 persen permasalahan Covid-19 nasional juga teratasi.

"Kalau Covid-19 Jatim bisa diatasi maka 50 persen urusan Covid-19 nasional bisa diselesaikan. Jadi beban pusat itu 50 persen ada di Jatim," ujar Menko PMK tersebut di RS Lapangan, Jalan Indrapura, Surabaya, Kamis (16/7).

Muhadjir mengungkapkan, ada beberapa langkah yang disiapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pusat dalam upaya mempercepat penyelesaian Covid-19 Jatim. Dalam kaitannya dengan prasarana, ada dua tempat yang nanti akan ditetapkan untuk tempat isolasi bagi PDP atau yang diduga mempunya potensi Covid-19.

Kemudian, lanjut Muhadjir, akan ada juga penambahan prasarana di Sidoarjo dan Gresik yang akan ditindaklajuti Pangkogabwilhan II, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 daerah. Sehingga nanti penanganan pasien Covid-19 tidak menumpuk di satu tempat, utamanya di Surabaya.

Kemudian untuk sarana, Gugus Tugas Covid-19 pusat akan melengkapi alat-alat kesehatan primer yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19. Khususnya untuk 99 rumah sakit rujukan utama di Jatim. Lebih diutamakan lagi, untuk rumah sakit yang ada di wilayah Surabaya Raya.

"Misalnya ventilator, pangkalan untuk tes spesimen, terutama PCR. Itu akan kita upgrade kita konversi juga untuk tes Covid-19. Akan kita prioritaskan untuk tes PCR," ujar Muhadjir.

Muhadjir menegaskan, Gugus Tugas Covid-19 pusat menjamin untuk Jawa Timur tidak boleh ada keterlambatan peralatan medis primer yang dibutuhkan. Baik itu PCR kit, maupun reagen ekstraksinya yang dibutuhkan di lab.

Dalam kaitannya dengan regulasi, kata Muhadjir, nanti akan ada aturan yang bisa berasal dari Gugus Tugas Covid-19 daerah atau instansi yang lebih tinggi. Aturan dibuat untuk memperkuat tugas Pangkogabwilhan II dalam penegakan protokol kesehatan. Utamanya di sembilan daerah yang masuk Surabaya Raya plus.

"Jadi nanti tugas Pangkogabwilhan II akan diperkuat dengan tidak mengurangi tanggung jawab dari Gugus Tugas di masing-masing daerah. Nanti juga melibatkan Pangdam V/ Brawijaya dan Polda Jatim," kata Muhadjir.

photo
WHO tentang kemungkinan virus corona airborne. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement