Rabu 15 Jul 2020 21:23 WIB

Indonesia Harus Bisa Atasi Isu Keberlanjutan Produk Biomassa

Diperlukan sinergi komunikasi dan promosi antara Indonesia dan Jepang.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Petani memetik tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (ilustrasi). Indonesia berpeluang mengisi pasar biomassa Jepang dengan produk seperti palm kernel shell atau tempurung sawit.
Foto: ANTARA /Syifa Yulinnas
Petani memetik tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (ilustrasi). Indonesia berpeluang mengisi pasar biomassa Jepang dengan produk seperti palm kernel shell atau tempurung sawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat peluang besar untuk memenuhi kebutuhan produk biomassa pasar Jepang, Indonesia harus bisa mengatasi isu keberlanjutan produk biomassanya. Karena itu, dibutuhkan komunikasi dan promosi yang baik.

Atase Perdagangan Tokyo Arief Wibisono mengatakan, konsumsi cangkang sawit dan pelet kayu di Jepang cukup besar sehingga peluang bagi Indonesia juga luas. "Produk biomassa Indonesia tentu memiliki peluang memimpin pasar di Jepang asalkan kualitas dan kuantitas produk kita dapat dipertahankan sesuai standar yang dibutuhkan pasar Jepang," ujar Arief melalui siaran pers dari Kementerian Perdagangan, Rabu (15/7).

Baca Juga

Kepala ITPC Osaka Ichwan Joesoef mengatakan, demi menjawab tantangan dan isu keberlanjutan produk biomassa Indonesia di pasar Jepang, diperlukan sinergi baik dalam komunikasi dan promosi antara Indonesia dan Jepang. Dengan begitu mendorong perbaikan kualitas dan standar produk yang diinginkan. 

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina menyatakan, Indonesia berpeluang besar memenuhi pasokan kebutuhan biomassa ke Jepang. Peluang itu terbuka sejalan dengan pencanangan kebijakan energi ramah lingkungan atau green energy oleh Pemerintah Jepang dalam Basic Energy Plan 2030 yang menargetkan produksi listrik sebesar 1.065 Twh. 

Ia menjelaskan, Jepang merupakan salah satu negara yang konsisten meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan. Terutama sejak bencana nuklir di Fukushima pada 2011.

Pemerintah Jepang mendorong penggunaan energi terbarukan dalam skala besar dengan kebijakan Feed in Tariff System (FIT) yang diperkenalkan sejak delapan tahun lalu. Kebijakan insentif yang diberikan pemerintah Jepang melalui FIT telah membuat siklus investasi ke sektor energi terbarukan mengalami peningkatan yang masif. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kemendag, total perdagangan Indonesia dan Jepang pada 2019 tercatat sebesar 31,6 miliar dolar AS. Angka itu surplus bagi Indonesia sebesar 341,43 juta dolar AS. 

Sedangkan pada Januari sampai Mei 2020, total perdagangan kedua negara mencapai 11,1 miliar dolar AS. Jumlah tersebut menurun 16,38 persen dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya yang senilai 13,27 miliar dolar AS. Adapun kinerja ekspor produk biomassa Indonesia ke Jepang pada Januari sampai April 2020, tercatat 15,27 juta dolar AS atau meningkat 0,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement